LANGIT7.ID, Jakarta - Maggot merupakan larva lalat black soldier fly (BSF) yang mampu menguraikan sampah organik dengan sangat cepat dalam jumlah besar. Budidaya maggot dianggap menjadi salah satu solusi untuk permasalahan pengelolaan sampah, khususnya sampah organik melalui proses penguraian secara alami.
Budidaya maggot kini juga memiliki nilai komersial yang cukup menguntungkan dari segi usaha. Maggot kerap menjadi pilihan bagi para peternak ikan dan unggas sebagai pakan ternak yang memiliki kandungan protein tinggi yang mempengaruhi pertumbuhan ternak semakin pesat dan baik.
Inilah yang membuat muslim asal Tangerang, Akbar Gumelar Syahputra untuk memanfaatkan peluang yang ada dari budidaya maggot. Selain mendapatkan keuntungan dari usaha budidaya maggotnya, ia juga turut membantu menguraikan sampah organik yang ada di Kabupaten Tangerang.
Bayangkan saja dari budidayanya ini, ia mampu mengolah sampah sekitar 10 ton setiap harinya. Dari situ pula ia mampu memanen maggot sekitar 500-600 kilogram per hari yang dipasarkan kepada peternak ikan dan unggas. Tempat usahanya ini dikelola di sebuah tempat bekas pabrik seluas satu hektar dan 2,5 hektar area tanah dan kolam.
“Awalnya, tempat budidaya ini adalah bekas pabrik cat yang sudah tidak terpakai. Sehingga kami manfaatkan di masa pandemi ini,” ujarnya dikanal Youtube agromaritim.
Bersama timnya, ia membangun usaha bernama Maggot Putra Tangerang yang saat ini telah menjadi bisnis yang menjanjikan dalam perkembangannya. Selama ini, budidaya maggot di Kabupaten Tangerang masih dalam bentuk skala kecil, sehingga ia mencoba peruntungannya untuk menjalankan bisnis budidaya maggot dalam skala yang lebih besar.
Di samping budidaya maggot yang memiliki nilai komersial, Akbar mengaku melalui bisnisnya ini juga merupakan salah satu upaya dalam mengurangi jumlah sampah yang ada, terutama sampah organik. Sebab, permasalah utama yang ada saat ini adalah penguraian sampah organik yang kerap kali belum dilakukan secara optimal.
“Di Kabupaten Tangerang ini sekitar 60 persen sampah organik sudah menggunung. Jadi bagaimana caranya kita dapat mengurangi tumpukan sampah yang ada, sehingga kita tergerak untuk terjun langsung dalam mengurangi persoalan sampah ini,” ujarnya.
Maggot Putra Tangerang menggunakan mesin pengolahan sampah untuk memudahkannya dalam pengelolaan sampah yang diterima. Nantinya, sampah tersebut diolah menggunakan mesin yang ada untuk diubah menjadi bubur yang digunakan sebagai pakan maggot.
Sementara, sampah non organik yang ada, dimanfaatkannya menjadi sesuatu yang lebih bernilai. Bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, Akbar mengaku mendapatkan kiriman sampah secara gratis untuk akhirnya diproses sebagai bahan baku pakan maggotnya.
“Biasanya pengiriman dilakukan dua kali, pagi dan sore. Dari sampah yang dikirim sebanyak 10 ton, biasanya hanya mampu menghasilkan pakan untuk maggot sekitar tiga ton, karena sebagian sisanya merupakan sampah non organik. Jadi kita pisahkan untuk kemudian diolah kembali menjadi sesuatu yang lebih bernilai, dan setelah itu kita pasarkan kembali,” jelasnya.
Dari penebaran pakan untuk maggot, terbagi menjadi beberapa bagian, yakni penetasan baby larva, fresh maggot, pre-pupa, pupa, kandang lalat, dan kemudian bertelur kembali menjadi baby larva. Semua dari hasil maggot, lanjut Akbar, bisa dimanfaatkan atau dijual kembali, seperti untuk pakan peternakan ikan dan unggas, sementara sisa pakan bubur dari sampah organik dapat dijadikan pupuk.
Akbar berniat akan menambah pekerja dan meningkatkan kapasitas dari bisnisnya, sebab permintaan di pasaran untuk maggot cukup pesat. Hal ini dikarenakan banyaknya peternak yang memilih untuk menekan ongkos biaya operasional peternakan ikan dan unggas mereka, sehingga beralih ke maggot.
“Kita harus tambah kapasitas, rak, biopon, sampah, dan mesin. Mudah-mudahan segera bisa kita laksanakan semua. Untuk produk kami di sini ada dry maggot dan fresh maggot, untuk dry maggot sedang dalam proses pemesanan mesin karena permintaan sudah cukup banyak di pasaran,” ujarnya.
Dry maggot ini diyakini lebih cocok untuk ikan hias, seperti koi, arwana, dan tepung maggotnya bisa digunakan untuk ikan hias kecil lainnya seperti cupang, guppy, dan lainnya. Sementara fresh maggot lebih diperuntukkan kepada peternak ikan dan unggas, yang biasanya dipasarkan sekitar Rp6 ribu untuk sistem partai dengan kuantitas besar, dan eceran sekitar Rp10 ribu per kilogram.
“Agar bisa sukses tentu kita perlu komitmen untuk bisa mengerjakan budidaya ini. Selain itu, ini merupakan sinergitas antara pemerintah dengan masyarkat dan sekaligus menciptakan efektivitas kerja kepada banyak pihak. Seperti memperkerjakan warga sekitar, membantu peternak, dan pemerintah setempat dalam pengelolaan sampah ,” ujarnya.
(bal)