LANGIT7.ID, Jakarta - Fenomena rebutan pengelolaan
masjid dan jemaah masih kerap terjadi di akar rumput. Satu golongan hanya ingin mendominasi suatu masjid tanpa mengakomodir golongan lain. Atau satu golongan berusaha mengkooptasi suatu masjid dalam pengelolaan kelompoknya saja.
Hal seperti itu tidak dipungkiri oleh Sekretaris Jenderal
Dewan Masjid Indonesia (DMI) Dr. Imam Addaruqutni. Kendati dia menyayangkan hal semacam itu masih terjadi di akar rumput.
"Memang di kalangan masyarakat, masih ada juga pemahaman yang sangat eksklusif. Itu terjadi di kelompok masyarakat manapun," kata Imam saat ditemui
Langit7.id di Surakarta, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: HNW: Masjid Kuatkan Ukhuwah Umat Islam
Menurut Imam eksklusifitas wajar terjadi namun harus ada batasnya. Jika tidak, ekspresi eksklusifitas yang kebablasan justru mengarah pada sikap yang radikal tak hanya terhadap agama lain tapi juga golongan lain walaupun sesama muslim.
"Tidak boleh mencaci (golongan lain), kita berdakwah dengan kata-kata yang baik. Jadi, apa yang terjadi pada kasus di masyarakat (gesekan antargolongan) bisa dihindari. Itu termasuk tantangan masyarakat di bangsa kita," tegas Imam.
Maka yang terpenting bagi umat Islam dalam mengelola masjid adalah menghadirkan dakwah yang inklusif.
"Sifat masjid itu inklusif tidak melihat orang itu bermazhab apa dan sebagainya, hanya melihat kategorinya umat Islam," kata Pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) itu.
Baca Juga: Kemenag Dorong Pengelolaan Masjid Lebih Profesional
Selain itu, menurut Imam tantangan bagi setiap kelompok atau ormas Islam dalam dakwahnya adalah menjaga marwah Islam lebih utama ketimbang menjaga marwah golongan.
"Itu (tantangan) bagaimana menjaga marwah juga. Apalagi Islam menghadirkan satu pola dan etos kehidupan yang damai," jelas Imam.
Menilik Pengelolaan Masjid MuhammadiyahSebagai kader persyarikatan Muhammadiyah, Imam mencontohkan pengelolaan masjid di ormas Islam berlambang surya tersebut.
Di Muhammadiyah, kata Imam, pembinaan umat berbasis masjid sudah berlangsung sejak satu abad lalu. Muhammadiyah, ungkapnya telah membangun banyak sekali masjid.
Baca Juga: Hati-hati, Jangan Mudah Membidahkan dan Mengkafirkan Sesama Muslim
Tak hanya dibangun, masjid dijadikan sebagai tempat pembinaan umat di akar rumput yang terhubung dengan ranting Muhammadiyah.
Di masjid-masjid itu, Muhammadiyah membina umat lewat pengajian yang berorientasi pada amal. Itulah rahasia berkembangnya puluhan ribu amal usaha Muhammadiyah di mana umat dididik untuk melakukan aksi nyata.
"Maka itu, orientasi setelah pembinaan umat di akar rumput, di ranting, yang jumlahnya ribuan, lantas melahirkan amal-amal usaha, termasuk sekolah dan sebagainya," jelas mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.
Baca Juga: Rahasia Muhammadiyah Sukses Kelola Puluhan Ribu Amal Usaha
Singkat cerita, pengajian-pengajian di masjid Muhammadiyah didorong untuk melahirkan amal usaha. Dan amal usaha itu akan menghantarkan orang lebih inklusif lagi di dalam kehidupan nyata. Sebab pelayanan umat lewat amal usaha seperti sekolah hingga rumah sakit tidak boleh melihat seseorang berdasarkan golongan bahkan agamanya.
"Bahkan, di sekolah Muhammadiyah tidak mensyaratkan harus beragama Islam. Jadi, di Muhammadiyah itu, masuk sekolah, agama apapun, yang diajarkan tentang Islam rahmatan lil-alamin, Islam sebagai kasih sayang di antara masyarakat," pungkas Imam.
(jqf)