LANGIT7.ID-, Jakarta- -  Majelis Ulama Indonesia (
MUI) membentuk tim gabungan Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian untuk menindaklanjuti ramianya salam ala Yahudi di Ponpes Al-Zaytun. Ponpes ini juga sempat menuai kontroversi karena adanya khotib perempuan.
Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorum Niam Sholeh menyampaikan, tim gabungan MUI dibentuk untuk merespons kasus tersebut. Itu sejalan dengan prinsip MUI untuk menjaga akidah umat Islam dari aliran-aliran yang dianggap menyesatkan.
Tim gabungan tersebut akan mendalami Al Zaytun dan laporan aliran lain yang dianggap menyimpang dari akidah umat Islam. Respon tersebut muncul karena adanya masukan dari Wapres RI KH Ma'ruf Amin.
Baca juga:
Wapres Minta Kemenag-MUI Respons Polemik Al Zaytun, Cholil Nafis Siap Melaksanakan"MUI membentuk tim gabungan antara Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian untuk mendalami kasus ini dan beberapa kasus keagamaan lainnya tim ini juga sebagai tindak lanjut penelitian MUI 2002 lalu," ujar Niam di Jakarta, Jumat (12/5/2023).
Niam menjelaskan, MUI tidak hanya menetapkan fatwa ekonomi syariah dan halal, namun menetapkan juga fatwa keagamaan. Selain itu, MUI juga kerap mengeluarkan fatwa mengenai aliran sesat.
Dalam menetapkan fatwa aliran sesat, MUI melalui akan melalui proses panjang. Sebelum tiba di Komisi Fatwa, MUI akan mendalami melalui penelitian oleh Komisi Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan.
Niam mencontohkan Al Zaytun. MUI pernah melaksanakan kajian mendalam pada 2002. Saat itu, salah satu anggota tim, KH Aminuddin Yakub, menyampaikan bahwa Al Zaytun memiliki beberapa aspek yang dinilai menyimpang.
Salah satu yang masih mengganjal dalam kajian 2002 itu adalah kurikulum di Al Zaytun. Dia menyebut ada kurikulum yang disembunyikan dan tidak disampaikan secara terbuka.
Bahkan, kata dia, ada informasi perbedaan kurikulum antara santri yang masuk melalui jalur terbuka (penerimaan santri baru) dengan santri direkrut secara tertutup seperti anggota keluarga.
"Salah satu tujuan pendalaman Al Zaytun ini untuk meredam potensi kegaduhan menjelang tahun politik. Terlebih, dua polemik Al Zaytun terbaru ini muncul kurang dari setahun sebelum pemilihan umum di 14 Februari 2024," ujar Niam
(ori)