LANGIT7.ID-, Jakarta - -
Trans7 melakukan
tabayyun ke
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam rangka mengklarifikasi tayangan yang menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat pesantren.
Kedua belah pihak berdialog secara terbuka dan konstruktif untuk mencari solusi terbaik serta memperkuat sinergi dalam mewujudkan media penyiaran yang beretika, berkeadaban, dan berperspektif Islam
rahmatan lil ‘alamin.
Baca juga: Perwakilan Trans7 Sambangi Ponpes Lirboyo untuk Meminta MaafProduction Director
Trans7, Andi Chairil, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan mengakui adanya kekeliruan dalam tayangan yang menyinggung pihak pesantren.
“Kami menyadari adanya kesalahan dan berkomitmen melakukan evaluasi serta perbaikan. Ini menjadi momentum refleksi bagi kami agar ke depan
Trans7 lebih berhati-hati dan lebih banyak menampilkan konten yang mencerdaskan serta memperkuat
nilai-nilai Islam,” kata Andi Chairil dalam pertemuan tersebut.
MUI menyambut baik sikap tabayyun dan keterbukaan tersebut, seraya mendorong agar langkah perbaikan tidak berhenti pada permintaan maaf, tetapi diwujudkan dalam program-program yang edukatif, moderat, dan memperkuat nilai-nilai pesantren serta
Islam Nusantara.
“Kalau sudah bertobat, jangan berhenti di situ. Harus ada langkah nyata berupa perbuatan baik yang mencerminkan semangat perbaikan,” imbau Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional,
Prof Sudarnoto Abdul Hakim.
Ia menambahkan bahwa permasalahan ini bukan sekadar persoalan program siaran, tetapi juga menyangkut aspek mendasar terkait sumber daya manusia (SDM) di balik produksi media.
Baca juga: KPI Hentikan Sementara Program Xpose Uncensored di Trans7“Kalau persoalannya hanya tayangan, itu seperti kebakaran yang bisa dipadamkan. Tapi kalau sumber masalahnya adalah SDM yang membawa paham intoleran, maka masalah ini akan berulang,” tegas Sudarnoto seperti dilaporkan MUI Digital, Rabu (22/10/2025).
Dalam tayangan yang menjadi sorotan publik tersebut, kata Sudarnoto, terdapat narasi bernada intoleran dan mengandung kebencian.
Ia juga mengingatkan agar media berhati-hati dalam merekrut dan membina SDM yang terlibat dalam proses produksi.
“Kita harus waspada terhadap paham-paham sempit yang bisa masuk melalui media. Ini bukan hanya soal konten, tapi soal ideologi di balik konten itu,” ujarnya.
Sejumlah pimpinan MUI juga mengingatkan bahwa narasi yang menyudutkan tradisi pesantren dapat memicu Islamofobia berbasis budaya, yakni prasangka terhadap praktik keislaman lokal yang telah menjadi bagian dari jati diri bangsa.
"Dari dulu, bahkan sejak zaman Bung Karno, ada pandangan yang menganggap santri itu kolot atau kuno. Narasi semacam ini masih hidup hingga kini. Kalau dibiarkan, bisa menjadi pintu masuk Islamofobia dalam bentuk baru,” ujar salah satu pimpinan MUI.
Di samping itu, para pimpinan MUI juga memberikan sejumlah saran konstruktif untuk meredam dampak kasus viral ini di masyarakat.
Baca juga: LPOI Kutuk Narasi Jahat Pojokkan Pesantren di Tayangan Trans7Lebih lanjut MUI mendesak Trans7 agar tidak hanya menyampaikan klarifikasi, tetapi juga secara aktif membangun komunikasi dengan kalangan pesantren dan ormas Islam untuk meluruskan persepsi publik.
MUI berharap media dapat menayangkan program-program yang menonjolkan peran santri dan pesantren dalam membangun peradaban bangsa.
(est)