langit7-Jakarta,- - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbilang gencar dalam memberantas praktik sunat perempuan yang melanda 230 juta wanita.Dalam pemahaman WHO, sunat perempuan atau disebutnya dengan female genital mutilation (FGM) merupakan tindakan memotong sebagian atau keseluruhan atau melukai kelamin wanita untuk alasan non medis.Melalui situsnya, WHO menekankan bahwa tidak ada manfaat kesehatan dari praktik sunat perempuan. Bahkan ada sejumlah risiko yang muncul dari tindakan tersebut.Salah satu risiko yang disebut WHO termasuk infeksi saluran kencing, kista, kemandulan dan komplikasi dalam melahirkan.WHO mengatakan ada risiko jangka pendek dari FGM yaitu sakit yang luar biasa akibat dari pemotongan ujung saraf dan jaringan sensitif alat kelamin. Masa penyembuhannya juga disebut menyakitkan.
Baca juga:
Pemerintah Larang Sunat Perempuan, Fatwa MUI: Bertentangan dengan SyariahSelain itu, FGM juga berpotensi terjadi perdarahan, jika arteri klitoris atau pembuluh darah lainnya terpotong.Sementara risiko jangka panjang dari FGM atau sunat perempuan antara lain, infeksi genital kronis, infeksi saluran reproduksi kronis, infeksi saluran kemih."Jika tidak diobati, infeksi tersebut dapat menyebar ke ginjal, berpotensi mengakibatkan gagal ginjal, septikemia, dan kematian. Peningkatan risiko infeksi saluran kemih berulang telah dilaporkan baik pada anak perempuan maupun wanita dewasa yang pernah menjalani FGM," jelas WHO, dilansir Kamis (1/8/2024).Selain itu, masalah lain yang muncul dari FGM yaitu penyumbatan lubang vagina dapat menyebabkan nyeri saat menstruasi hingga haid tidak teratur.Kemudian, WHO juga menyebut sunat perempuan berisiko pada penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV)."Penularan HIV difasilitasi melalui trauma pada epitel vagina yang memungkinkan masuknya virus secara langsung, maka masuk akal untuk berasumsi bahwa risiko penularan HIV dapat meningkat karena peningkatan risiko pendarahan saat berhubungan seksual, sebagai akibat dari sunat perempuan," lanjutnya.Lebih lanjut sunat perempuan juga dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan seksual perempuan.Menurut WHO, pengangkatan atau kerusakan jaringan genital yang sangat sensitif, terutama klitoris, dapat mempengaruhi sensitivitas dan menyebabkan masalah seksual, seperti menurunnya hasrat dan kenikmatan seksual, nyeri saat berhubungan seks, sampai kesulitan saat penetrasi.
(ori)