LANGIT7.ID-, Surabaya- - Lora Ismail Al-Kholili dari Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil, Demangan, Bangkalan, Madura, menyampaikan kritik terhadap Generasi Z terkait “mindset viralitas” saat berbicara di hadapan ribuan peserta “Majelis Subuh GenZI” (MSG) di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS), Minggu.
“Generasi Z (GenZI/Generasi Z Islami) itu generasi unik, generasi stroberi, generasi yang menarik dari luar tapi lembek di dalam. Karena memang mengalami krisis role model (teladan/panutan),” katanya.
Menurut generasi keenam dari Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil itu, Generasi Z mengalami krisis “role model” karena memiliki “mindset viralitas” yang mengukur sukses dan eksistensi dari viral-tidaknya apa yang diposting di media sosial (medsos/sosmed).
Baca juga:
7 Tempat Mustajab di Masjidil Haram, Jamaah Umrah Wajib Tahu!“Nggak eksis kalau nggak viral. Jadi berharga, bermakna, atau berpengaruh-tidaknya seseorang itu diukur dari postingan yang viral. Itu (viralitas) merupakan pengaruh dari gadget/hanpdhone, nggak viral, nggak eksis, nggak bermakna atau nggak berharga kalau apa yang di-posting tidak viral, bahkan kalau ada postingan yang kurang viral, maka langsung di-delete,” tambahnya dikutip dari laman Masjid Al Akbar Surabaya.
Padahal, kata lora milenial itu, mindset (cara berpikir) yang berpatokan viralitas itu memiliki dua dampak negatif yang bisa membuatnya gagal yakni budaya instan (dimanjakan teknologi) dan masalah kejiwaan (penyakit mental).
“Kalau kita dimanjakan oleh teknologi atau dipengaruhi gadget, maka kita akan menjadi ‘mager’ atau malas gerak, yang dampaknya membuat kita menjadi tidak sabaran atau mau menjalani proses. Nonton film pun ingin yang pendek, atau dipendekkan sendiri,” katanya.
Solusinya, adalah meneladani Nabi Muhammad untuk mau berproses, berjuang, berikhtiar, serta sabar. “Ikhtiar itu penting, karena Nabi mengatakan Allah itu tidak menuntut hasil, tapi melihat proses, karena hasil atau hidayah itu urusan Allah,” katanya.
Bahkan, Nabi sendiri juga bertumbuh dan berproses, Nabi tetap mau bersusah payah untuk hijrah, meski selang beberapa bulan sebelumnya sempat pergi ke tempat yang jauh di Arsy dengan buraq.
“Kenapa Nabi mau hijrah, mau dengan ribet dan repot, karena Nabi mengajarkan kita untuk ikhtiar, effort, berproses dan selalu bersabar,” katanya.
Dampak kedua dari mindset viralitas, selain dampak instan, adalah penyakit kejiwaan/mental. “Dari sisi umur memang kelihatan muda, tapi mindset viralitas justru membuatnya mudah menderita penyakit kejiwaan, merasa paling apes/sial, merasa terzalimi, nggak mau menerima kekurangan, ingin sempurna, suka membanding-bandingkan,” katanya.
Baca juga:
Kenali Penyebab Insomnia Pada RemajaSolusinya, lora kelahiran 10 Juli 1995 itu pun mengajak untuk meneladani Nabi yang tidak hanya mau berproses, namun menerima apapun hasil yang ditakdirkan Allah, karena tidak ada takdir yang tidak baik dalam pandangan Allah, meski manusia sering tidak menyadari hikmah atau pelajaran dibalik takdir Allah itu. Kemuliaan itu tidak ada yang instan, kecuali “orang dalam”.
“Jangan menggantungkan harapan pada sesuatu yang sudah terjadi, Nabi mengajarkan kita menerima apa yang terjadi hendaknya dibiarkan terjadi, karena berharap kepada apa yang sudah terjadi adalah cara menyakiti diri sendiri dengan sengaja. Nabi mengajarkan kita mengembalikan hasil dan takdir (hasil yang sudah terjadi) kepada Allah. Kalau terlanjur punya penyakit kejiwaan, saran saya bawa saja ke psikolog, jangan ke ulama, karena nggak nyambung,” katanya.
Menjawab pertanyaan seorang peserta MSG tentang posting terkait pesantren yang negatif, Lora Ismail menyarankan santri untuk selektif dalam menbuat konten tentang pesantren, karena wargaNet tidak semuanya paham betul tentang pesantren.
“Nggak semuanya layak diposting, tapi kalau ada posting bully dan kekerasan, jangan dibantah, tapi balas dengan posting sikap kasih sayang kyai/nyai kepada santri,” katanya.
(ori)