LANGIT7.ID-, Jakarta- - Gonjang-ganjing soal larangan penggunaan media sosial bagi anak usia di bawah 16 tahun akhirnya menemukan titik akhir. Keputusan resmi telah diambil, pemerintah Australia telah mengesahkan undang-undang yang isinya menyetujui larangan tersebut.
Australia sempat diselimuti perdebatan emosional terkait pelarangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun. Sebab hal ini menetapkan tolok ukur bagi yurisdiksi di seluruh dunia, dengan salah satu peraturan terberat yang menargetkan perusahaan teknologi besar.
Undang-undang tersebut memaksa raksasa teknologi dari Instagram dan pemilik Facebook Meta (META.O), membuka tab baru bagi TikTok untuk menghentikan anak di bawah umur bisa masuk dan mengaksesnya. Jika dilanggar, perusahan akan menghadapi denda hingga 49,5 juta dolar Australia atau sekira Rp 508 miliar.
Baca juga:
Gaji Guru Dinaikkan, Komisi X DPR Minta Kualitasnya Harus MeningkatUji coba metode untuk menegakkan larangan tersebut, akan dimulai pada bulan Januari. Selanjutnya, larangan tersebut akan berlaku dalam satu tahun. Melansir reuters, Jumat (29/11/2024).
Rencana undang-undang mengenai usia minimum media sosial ini menjadikan Australia sebagai contoh uji coba, bagi semakin banyak negara yang telah membuat atau mengatakan mereka berencana untuk membuat undang-undang serupa, di tengah kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap kesehatan mental terhadap generasi muda.
Faktanya beberapa negara termasuk Perancis dan sejumlah negara bagian Amerika Serikat telah mengeluarkan undang-undang yang membatasi akses bagi anak di bawah umur tanpa izin orang tua. Hal ini berbeda dengan UU yang diberlakukan Australia yang bersifat mutlak.
Di Florida, larangan penuh terhadap anak di bawah 14 tahun digugat di pengadilan atas dasar kebebasan berpendapat.
Pengesahan undang-undang tersebut setelah menandai kemenangan politik bagi Perdana Menteri Anthony Albanese yang beraliran kiri-tengah yang akan mengikuti pemilu pada tahun 2025, di tengah kemerosotan jajak pendapat.
Larangan tersebut mendapat tentangan dari pendukung privasi dan beberapa kelompok hak anak, namun 77% penduduk menginginkannya, menurut jajak pendapat terbaru
(ori)