LANGIT7.ID-Jakarta; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil langkah strategis untuk menata ulang sistem distribusi LPG 3 kg bersubsidi. Kebijakan ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, mengingat selama ini banyak pihak yang mengambil keuntungan secara tidak wajar dari lemahnya pengawasan distribusi LPG bersubsidi tersebut.
"Langkah kementerian ESDM untuk menata penjualan LPG 3 kg perlu diapresiasi karena banyak pihak selama ini yang telah menuai keuntungan dari tidak terkontrolnya secara baik penjualan LPG 3kg bersubsidi tersebut," ujar Wakil Ketua Umum MUI yang juga Pengamat Sosial Ekonomi dan Keagamaan Anwar Abbas dalam keterangannya, Selasa (4/2/2025).
Temuan di lapangan menunjukkan adanya selisih harga yang sangat signifikan antara LPG 3 kg dan 12 kg. Harga LPG 3 kg bersubsidi ditetapkan Rp6.000 per kg, sementara LPG 12 kg non-subsidi mencapai Rp16.000 per kg. Selisih harga Rp10.000 per kg ini menjadi celah bagi oknum tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan illegal.
Baca juga:
DKI Jakarta Hanya Dapat Jatah 207 Ribu Metrik Ton LPG 3 Kg di 2025, Separuh dari UsulanModus Pengoplosan dan Potensi Keuntungan Illegal"Di samping itu yang juga perlu dipikirkan oleh pihak pemerintah yaitu bagaimana caranya supaya jarak yang akan ditempuh oleh warga masyarakat ke tempat dimana sub pangkalan tersebut berada tidak terlalu jauh agar ongkos transportasi yang mereka habiskan untuk membeli gas jangan terlalu memberatkan apalagi bisa lebih besar dari harga gasnya," tegas Anwar.
Sejak program konversi minyak tanah ke LPG dimulai pada tahun 2006, praktik pengoplosan marak terjadi. Para pelaku membeli LPG 3 kg bersubsidi untuk kemudian menyuntikkan gasnya ke dalam tabung 12 kg. Dengan modus ini, pelaku bisa meraup keuntungan hingga Rp120.000 per tabung, mengingat harga LPG 12 kg di Jakarta mencapai Rp192.000 per tabung.
Baca juga:
Antisipasi Lonjakan Harga, Pengecer Gas Melon Bakal Naik Status Jadi Sub Pangkalan
Tantangan Distribusi dan Solusi yang DitawarkanDalam implementasi kebijakan baru ini, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek aksesibilitas masyarakat terhadap sub pangkalan. Anwar Abbas menekankan pentingnya memperhatikan jarak tempuh warga ke sub pangkalan agar biaya transportasi tidak memberatkan konsumen, terutama jika biaya tersebut melebihi harga gas itu sendiri.
Sebagai langkah preventif, pemerintah direkomendasikan untuk membuka saluran hotline bagi masyarakat. Fasilitas ini diharapkan dapat menjadi wadah pengaduan sekaligus instrumen pengawasan untuk mencegah praktik pengoplosan yang selama ini merugikan negara dan masyarakat.
Lebih lanjut, penataan status pengecer menjadi sub pangkalan diharapkan dapat memastikan semua transaksi tercatat dengan baik. Hal ini penting untuk memastikan LPG 3 kg benar-benar sampai ke tangan yang berhak, yakni rumah tangga, usaha mikro, nelayan, dan petani.
Upaya penataan ulang distribusi LPG 3 kg ini merupakan langkah konkret pemerintah dalam mengoptimalkan program subsidi energi. Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada konsistensi pengawasan dan ketegasan dalam penegakan aturan, serta partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan setiap bentuk penyimpangan yang terjadi di lapangan.
(lam)