LANGIT7.ID–Jakarta; Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memastikan masa transisi besar sedang berlangsung di tubuh Timnas Indonesia setelah berakhirnya kerja sama dengan dua pelatih asing terakhir, Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert. Ia menegaskan bahwa federasi kini fokus pada arah baru pembinaan jangka panjang, bukan pada wacana kembalinya pelatih lama.
“Kita harus bisa move on. Kalau kita sudah move on dari Patrick, ya sama halnya dengan Shin Tae-yong,” ujar Erick dalam keterangannya, Jumat (24/10/2025).
Pernyataan itu menandai babak baru sepak bola Indonesia, setelah upaya panjang Shin Tae-yong membawa Timnas lolos ke Piala Asia 2023 dan Piala Asia U-23 2024, serta Kluivert yang mencoba memperbaiki struktur teknis di berbagai level timnas. Erick mengakui perpisahan dengan Shin bukan keputusan yang ringan, sebab ia menilai pembangunan sistem kepelatihan membutuhkan waktu dan kesinambungan.
“Kalau performanya tidak sesuai harapan, ya harus diambil keputusan. Walaupun pribadi saya kurang setuju, karena membangun sistem kepelatihan itu tidak bisa instan,” jelasnya.
Menurut Erick, tantangan utama saat ini adalah bagaimana memastikan kesinambungan sistem kepelatihan dari level junior hingga senior. Ia menyebut koordinasi antar pelatih nasional sebelumnya belum berjalan ideal, meski sempat menunjukkan perbaikan di era Kluivert.
“Saat saya awal masuk PSSI, komunikasi antara Shin Tae-yong dan Indra Sjafri saja sulit. Keduanya punya pengalaman dan ego masing-masing. Baru di era Patrick sistemnya mulai tersusun, tapi karena hasilnya tidak sesuai, ya akhirnya berhenti juga,” ungkap Erick.
Federasi kini harus menghadapi kenyataan bahwa hampir seluruh kursi pelatih utama tim nasional sedang kosong. Erick tak menampik kondisi tersebut cukup membuatnya pusing, namun ia menilai ini momen penting untuk menyusun ulang arah pembinaan yang lebih sistematis.
“Kalau ditanya pusing enggak? Ya pusing. Karena pelatih senior, U-20, dan U-23 semua kosong. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah satu paket,” ujarnya.
Erick juga menyoroti keterbatasan sumber daya pelatih berkualitas di Tanah Air. Ia menyebut kesulitan itu bahkan sudah muncul sejak masa kerja Shin dan Kluivert yang sempat kesulitan mencari asisten pelatih lokal berkualitas.
“Jumlah pelatih berkualitas di Indonesia masih sangat terbatas. Waktu Shin mencari asisten saja sulit, Patrick juga sempat mewawancarai 10 pelatih tapi tak ada yang cocok,” tuturnya.
Oleh karena itu, Erick menilai PSSI perlu berhati-hati dalam menentukan pengganti dua pelatih tersebut. Selain membuka peluang bagi pelatih lokal, federasi juga memanfaatkan jaringan internasionalnya untuk mencari kandidat ideal yang sesuai dengan visi jangka panjang.
Namun, Erick menyadari bahwa posisi Indonesia di peringkat 120 dunia membuat proses perekrutan tidak mudah.
“Kita harus realistis. Dengan peringkat yang belum tinggi, mencari pelatih berkualitas itu sulit. Jangan sampai persepsi buruk yang pernah terjadi sebelumnya menghambat langkah kita,” ucap Erick.
Ia menambahkan, perjuangan mencari pelatih asing memang tidak pernah mudah. Bahkan ketika Shin Tae-yong direkrut beberapa tahun lalu, posisi Indonesia masih di peringkat 170 dunia.
“Sekarang pun di peringkat 120, tantangannya tetap besar. Tapi saya sedang berupaya lewat jaringan internasional saya agar kita bisa mendapatkan kepercayaan kembali, karena yang ingin kita bangun adalah program jangka panjang,” pungkasnya.
(lam)