LANGIT7.ID-Jakarta; Kementerian Kebudayaan RI melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII Banten dan Jakarta, pada tahun ini kembali menyelenggarakan kegiatan Sasaka Cibanten, dengan tema "Naritis Cai, Mapag Kabantenan." Rangkaian yang terbagi menjadi tiga kegiatan tersebut, kini tengah memasuki rangkaian Hilir, atau rangkaian kegiatan Sasaka Cibanten terakhir, yang dilaksanakan di Benteng Speelwijk, Keraton Kaibon, dan Vihara Avalokitesvara, Banten Lama.
Sasaka Cibanten tahap terakhir ini dihadiri oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon. Pada kesempatan tersebut Menbud menyampaikan rasa syukurnya, karena pada hari ini selain merayakan keberagaman budaya di Banten Lama, Kementerian Kebudayaan juga meresmikan monumen penanda masuknya Cornelis de Houtman ke wilayah Nusantara, yaitu Banten.
Menurut Menbud, penandatangan monumen simbolisasi jalur masuk Cornelis de Houtman dapat menjadi awal dari usaha untuk melakukan satu rekonstruksi terhadap sejarah, karena wilayah Banten menurutnya adalah wilayah yang penting, terdapat pelabuhan yang besar, tempat perdagangan, kemudian terjadi akulturasi budaya.
"Karena itulah saat saya baru pertama kali menjadi Menteri, dalam kunjungan ke Banten menyampaikan kepada Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII untuk coba mencari titik di mana dulu masuknya Cornelis de Houtman," ungkapnya dalam keterangan resmi, Minggu (26/10/2025).
Jadi menurut Menteri Fadli, Kementerian Kebudayaan menandai hal ini dalam rangka pengakuan bahwa Banten adalah pelabuhan besar perdagangan ketika itu. Bangunan yang sekarang sudah menjadi cagar budaya seperti Masjid Banten Lama berdiri jauh sebelum Cornelis de Houtman datang, tepatnya tahun 1527, juga Keraton Surosowan.
Menteri Kebudayaan menambahkan, bahwa Banten sudah memiliki peradaban yang cukup maju, ditandai dengan sejumlah bangunan yang sekarang menjadi cagar budaya. Ke depan, melalui penelitian dan kajian, Menbud berharap agar Kementerian Kebudayaan dapat melaksanakan pemugaran Keraton Surosowan dan Kaibon.
"Kita perlu menghidupkan ekosistem yang ada di Banten ini, sehingga tentu selain menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Banten, bagi generasi muda, kita ingin menjadikannya sebagai wisata budaya, sebagai ekonomi budaya untuk menggerakkan masyarakat sekitar,” ungkap Menteri Fadli.
"Sehingga nantinya akan lebih banyak lagi orang datang melihat budaya, baik wisatawan domestik maupun internasional, yang datang ke Banten untuk melihat bagaimana Banten lama di masanya. Penjelasan-penjelasan seperti ini akan memperkaya situs-situs dan destinasi yang ada di Serang serta Banten secara umum," imbuh Menbud.
Menbud juga menjelaskan bahwa sudah didirikannya museum yang terletak di dekat Keraton Surosowan. Museum tersebut memperlihatkan temuan berbagai macam artefak dari sekitar Keraton Surosowan dan sekitarnya.
Akademisi dan peneliti dari Universitas Indonesia, Prof. R. Cecep Eka Permana, menyebutkan pentingnya temuan tersebut sebagai penanda, bukti, dan indikator bahwa memang benar Cornelis de Houtman pernah datang ke wilayah ini. “Bahwa kapalnya tidak bisa masuk, betul, karena akan kandas. Itu kapal besar, sejenis
Galleon,” jelas Prof. Cecep. Menurutnya Cornelis membuang sauhnya di Pulau Lima yang ada di Banten, kemudian dengan menggunakan sekoci masuk ke Pabean, yang artinya tempat membayar biaya cukai.
"Pentingnya temuan ini adalah penanda dan indikator utama. Nanti akan ada penemuan-penemuan berikutnya. Salah satunya, misalnya, penduduk telah melapor bahwa di dalam sungai ditemukan beberapa keramik, mata uang, termasuk gerabah”, papar Prof. Cecep. Dirinya menambahkan suatu saat temuan tersebut dapat dipamerkan di Museum Situs Kebudayaan Banten Lama.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII, Lita Rahmiati, dalam keterangan tertulis pada roadmap Sasaka Cibanten 2025, menyampaikan kegiatan ini merupakan ruang kolektif untuk menghubungkan ulang arus peradaban tersebut. Melalui tema besar “Naritis Cai, Mapag Kabantenan,” yang berarti air yang menetes, air yang mengalir, air yang menyatukan.
Turut mendampingi Menteri Kebudayaan, pada kesempatan ini yakni Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan; dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII, Lita Rahmiati. Selain itu juga turut hadir antara lain: Wakil Walikota Serang, Nur Agis Aulia; Ketua DPRD Kota Serang, Muji Rohman; Kapolda Banten, Irjen Pol. Hengki; Danrem 064, yang diwakili oleh Kasi Teritorial Letkol Kav. Muslim Rahim; Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, yang diwakili oleh Asisten Pidana Umum, Jeffrey Panangin; Kepala Kejaksaan Negeri Serang, Punia Atmaja; serta Kapolres Kota Serang, Yudha Satria.
Sasaka Cibanten tidak hanya menjadi perayaan seni dan budaya, tetapi juga sebuah ajakan untuk kembali membaca sejarah, meneguhkan kesinambungan, sekaligus merawat ekologi dan identitas kebudayaan Banten. Dua rangkaian kegiatan sebelumnya telah berlangsung di lokasi berbeda, yaitu Hulu, yang terletak di Titik Nol Cibanten pada 4-5 Oktober 2025; dan Tengah berpusat di Gedung Juang, Banten Girang, Umah Kaujon, dan Jembatan Kaujon pada 11-12 Oktober 2025.
(lam)