LANGIT7.ID—Jakarta; Kerja sama lintas negara kini semakin menemukan bentuk baru: diplomasi berbasis pendidikan dan keagamaan. Hal inilah yang menjadi sorotan dalam pertemuan antara Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Maroko dan Republik Islam Mauritania, Yuyu Sutisna, dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (12/11).
Berlangsung hangat di lantai tiga Gedung PBNU, diskusi keduanya mengupas arah baru penguatan hubungan antara Indonesia dan Maroko, terutama dalam pengembangan pendidikan dan jejaring santri internasional. Dubes Yuyu menegaskan, pihaknya berupaya menyesuaikan program kerja KBRI Rabat dengan arah gerak Nahdlatul Ulama.
“Saya mendiskusikan dengan beliau terkait kerja sama khususnya NU dengan Maroko. Kami sudah menangkap keinginan beliau. Jadi, beliau menginginkan terfokus kepada apa yang dibutuhkan dan sejalan dengan Nahdlatul Ulama seperti itu,” ujar Yuyu dalam keterangan resmi, Kamis (13/11/2025).
Menurutnya, langkah diplomasi ini bukan sekadar kunjungan seremonial, melainkan strategi memperluas pengaruh kultural dan akademik Indonesia di kawasan Afrika Utara. NU dianggap sebagai mitra potensial karena sudah memiliki rekam jejak baik dalam kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan Maroko.
Salah satu bentuk nyata kolaborasi tersebut adalah program beasiswa sarjana yang telah berjalan setiap tahun. Tahun ini, sebanyak 24 mahasiswa dari NU diberangkatkan menempuh studi di Maroko.
“Selama ini, kerja sama sudah jalan dan NU mendapat dalam tanda petik di sana (Maroko) tempat yang baik di pemerintahan sana. Terbukti sudah mengirim untuk beasiswa dari sini ke sana dan tahun ini bisa mengirim 24 mahasiswa dari NU,” ujar Yuyu.
“Ke depan saya usahakan untuk bisa menambah mahasiswa tersebut. Namun, tadi itu baik jurusannya atau fakultasnya yang sejalan dengan konsep dari NU,” imbuhnya.
Selain pendidikan, Yuyu menekankan pentingnya menjajaki peluang ekonomi antara kedua negara. Ia mengingatkan kembali akar diplomatik yang telah terbangun sejak era Presiden Soekarno pada 1960, simbol persahabatan yang diabadikan dalam nama Jalan Soekarno di Maroko dan Jalan Casablanca di Indonesia.
“Saat ini cukup besar yang bisa di kerja sama kan di bidang perdagangan karena ekspor CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit) kita ke sana juga sangat besar termasuk ke Mauritania," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menggarisbawahi peluang strategis di sektor energi dan industri pupuk. Maroko diketahui memiliki cadangan fosfat terbesar di dunia yang dapat menjadi bahan baku penting bagi industri pupuk nasional.
"Di sana itu cadangan fosfat terbesar di dunia ada di sana. Kita tahu fosfat ini sebagai bahan baku dari pembuatan pupuk saat ini. Nah, itu kita sangat membutuhkan," jelasnya.
Dubes Yuyu menambahkan, cakupan kerja sama tidak berhenti pada dua sektor itu saja. Masih terbuka peluang besar di bidang sosial, budaya, hingga investasi yang bisa mempererat hubungan antarkedua negara.
Diketahui, Yuyu Sutisna resmi menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Kerajaan Maroko dan Republik Islam Mauritania pada Maret 2025 dan mulai bertugas aktif di KBRI Rabat pada Juli 2025 menggantikan Hasrul Azwar.
(lam)