Teknik Blending dalam Industri BBM Jadi Sorotan Usai Penetapan Tersangka Pejabat Pertamina
Tim langit 7
Rabu, 26 Februari 2025 - 14:16 WIB
Teknik Blending dalam Industri BBM Jadi Sorotan Usai Penetapan Tersangka Pejabat Pertamina
LANGIT7.ID-Jakarta;Praktik blending dalam industri bahan bakar minyak (BBM) kembali menjadi perhatian publik setelah Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah pejabat Pertamina sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BBM. Masyarakat perlu memahami bahwa blending yang dilakukan sesuai prosedur merupakan bagian standar dari proses produksi, namun dapat menjadi masalah ketika dilakukan secara tidak sesuai aturan.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menjelaskan bahwa dalam industri perminyakan, blending adalah "proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya." Proses ini merupakan praktik umum (common practice) yang dilakukan produsen BBM di seluruh dunia.
Baca juga: Pertamina Ungkap Ketatnya Pengawasan Kualitas BBM Pertamax, Tidak Ada Pengoplosan
Pernyataan ini disampaikan sebagai klarifikasi Pertamina atas beredarnya isu di media sosial yang menyebut Pertamax sebagai BBM oplosan. "Terkait isu yang beredar bahwa BBM Pertamax merupakan oplosan, itu tidak benar," tegas Fadjar dalam keterangan resmi, Rabu (26/2/2025).
Fadjar memberi contoh konkret proses blending dalam produksi Pertalite, yaitu dengan mencampurkan komponen bahan bakar RON 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah untuk mencapai standar RON 90. Berbeda dengan blending, oplosan merujuk pada pencampuran yang tidak sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
Baca juga:Jejak Broker Swasta di Balik Skandal Korupsi Pertamina: Manipulasi Impor Minyak Rugikan Negara Rp193,7 Triliun
Kasus yang kini ditangani Kejaksaan Agung bukan tentang kualitas produk akhir Pertamax yang dijual di pasaran, melainkan dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan bahwa "Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan."
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menjelaskan bahwa dalam industri perminyakan, blending adalah "proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya." Proses ini merupakan praktik umum (common practice) yang dilakukan produsen BBM di seluruh dunia.
Baca juga: Pertamina Ungkap Ketatnya Pengawasan Kualitas BBM Pertamax, Tidak Ada Pengoplosan
Pernyataan ini disampaikan sebagai klarifikasi Pertamina atas beredarnya isu di media sosial yang menyebut Pertamax sebagai BBM oplosan. "Terkait isu yang beredar bahwa BBM Pertamax merupakan oplosan, itu tidak benar," tegas Fadjar dalam keterangan resmi, Rabu (26/2/2025).
Fadjar memberi contoh konkret proses blending dalam produksi Pertalite, yaitu dengan mencampurkan komponen bahan bakar RON 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah untuk mencapai standar RON 90. Berbeda dengan blending, oplosan merujuk pada pencampuran yang tidak sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
Baca juga:Jejak Broker Swasta di Balik Skandal Korupsi Pertamina: Manipulasi Impor Minyak Rugikan Negara Rp193,7 Triliun
Kasus yang kini ditangani Kejaksaan Agung bukan tentang kualitas produk akhir Pertamax yang dijual di pasaran, melainkan dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan bahwa "Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan."