Ketergantungan dan Ancaman Media Sosial
Muhamad ali
            Rabu, 06 Oktober 2021 - 07:02 WIB
            Muhamad Ali, Pemerhati Human Capital Management. Foto. Langit7.id
            Efek dari media sosial ini di masa depan belumlah mendapat ruang lebih dalam untuk diteliti atau dianalisis. Namun kebanyakan orang tua sudah mulai mengeluhkan dampak media sosial ini terhadap anak-anak mereka.
Oleh: Muhamad Ali
Mark Zuckerberg, pemilik platform media Facebook, Instagram, dan Whatsapp baru saja minta maaf. Gara-garanya layanan tersebut sempat kolaps dan tidak bisa digunakan oleh miliaran warganet di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia.
Kita melihat, betapa mengerikannya derajat ketergantungan kita pada suatu platform atau sistem. Media sosial adalah raksasa yang luar biasa mengatur hidup setiap individu dan membuatnya tergantung sepanjang waktu.
Baca Juga:Tentang Vaksinasi dan Kehidupan dari Pandemi ke Endemi
Saya jadi ingat, ketika fast food (makanan cepat saji) berkembang menjadi kebudayaan global, orang ramai-ramai menyambutnya dengan gegap gempita. Industri ini menghadirkan gaya hidup baru yang berbeda dari gaya hidup lama, bukan semata-mata dari jenis makanan dan minumannya, tetapi juga dari cara menikmatinya.
Budaya nongkrong, bercengkrama, berkumpul, berdiskusi, atau mengajak bersenang-senang, adalah bagian tak terpisahkan dari arus industri makanan/minuman cepat saji ini. Oleh karena itu, tak hanya remaja, anak-anak dan orang tua pun menyukainya.
            
            Oleh: Muhamad Ali
Mark Zuckerberg, pemilik platform media Facebook, Instagram, dan Whatsapp baru saja minta maaf. Gara-garanya layanan tersebut sempat kolaps dan tidak bisa digunakan oleh miliaran warganet di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia.
Kita melihat, betapa mengerikannya derajat ketergantungan kita pada suatu platform atau sistem. Media sosial adalah raksasa yang luar biasa mengatur hidup setiap individu dan membuatnya tergantung sepanjang waktu.
Baca Juga:Tentang Vaksinasi dan Kehidupan dari Pandemi ke Endemi
Saya jadi ingat, ketika fast food (makanan cepat saji) berkembang menjadi kebudayaan global, orang ramai-ramai menyambutnya dengan gegap gempita. Industri ini menghadirkan gaya hidup baru yang berbeda dari gaya hidup lama, bukan semata-mata dari jenis makanan dan minumannya, tetapi juga dari cara menikmatinya.
Budaya nongkrong, bercengkrama, berkumpul, berdiskusi, atau mengajak bersenang-senang, adalah bagian tak terpisahkan dari arus industri makanan/minuman cepat saji ini. Oleh karena itu, tak hanya remaja, anak-anak dan orang tua pun menyukainya.