LANGIT7.ID, Jakarta -  
Beberapa negara sudah ancang-ancang untuk menjadikan serangan virus COVID-19 bukan lagi pandemi alias wabah besar yang membuat manusia harus menghentikan aktivitas hariannya sampai tingkat yang paling ekstrem, sebagaimana telah kita lalui sepanjang hampir dua tahun ini. Virus COVID-19, karena sudah tidak mungkin dihilangkan dari muka bumi, dinyatakan sebagai endemi. Oleh: Muhamad Ali Apa itu endemi? Apa bedanya dengan pandemi? Lalu apa pula bedanya dengan epidemi?
Epidemi adalah status atau kondisi ketika suatu penyakit menyebar dengan cepat ke suatu wilayah atau negara tertentu, lalu menyebabkan gangguan kesehatan pada penduduk di wilayah tersebut yang mengakibatkan perubahan populasi warganya. 
Sementara pandemi adalah kondisi ketika suatu penyakit terjadi secara serempak dan cepat di mana-mana, mencakup suatu wilayah yang sangat luas, dan menjadi masalah bersama bagi seluruh manusia di wilayah yang luas itu.
Baca juga: Mobilitas yang Menggeliat, Ekonomi yang Masih SekaratDengan kombinasi status penyebaran virus COVID-19 sebagai epidemi yang menimbulkan pandemi, lalu berubah lagi menjadi endemi, maka seluruh dunia dianggap menjadi ekosistem yang memungkinkan terjadinya penyakit di wilayah tertentu. Gambaran contoh kasusnya adalah malaria sebagai penyakit endemi di Papua, atau demam berdarah dengue sebagai penyakit di negara tropis seperti Indonesia. 
Maka, endemi yang dalam pengertiannya memiliki batas-batas lokal, ketika dinyatakan oleh otoritas wilayah yang bersangkutan, penyakit yang menyebabkannya dianggap ada permanen di wilayah tersebut.
Menyikapi EndemiPenularan virus COVID-19 memang telah melandai setelah meningkat drastis pada periode Juni-Agustus. Periode tersebut seringkali disebut sebagai gelombang kedua serangan virus setelah berkembang pertama kali pada awal tahun 2020.
Pemerintah Indonesia telah memulai vaksinasi masal sejak awal tahun lalu, dan hingga saat ini sudah lebih dari 100 juta orang menerima vaksinasi, baik yang vaksinasi tahap pertama maupun vaksinasi tahap kedua. Sebagian kecil lainnya malah sudah mendapatkan booster vaksinasi, meskipun booster ini sedikit menjadi kontroversi mengingat yang sebagian kecil itu sudah disuntik kali ketiga, sementara masih ada warga yang belum memperoleh giliran vaksinasi sama sekali. 
Terlepas dari kontroversi itu, capaian vaksinasi yang sudah melebihi 100 juta itu tentu harus segera direspons positif, supaya kita tidak kehilangan momentum pemulihan ekonomi, sekaligus momentum perlindungan kesehatan bagi warga. 
Momentum pemulihan ekonomi sangat ditentukan oleh mobilitas manusia dan barang yang sudah berantakan sepanjang dua tahun terakhir. Penyesuaian dan pengaturan mobilitas manusia yang diubah di mana PCR atau antigen tidak lagi dijadikan syarat orang bepergian, membuat lebih dari 100 juta orang dapat lebih leluasa untuk memasuki kehidupan normal yang sudah didambakan lama.
Baca juga: Webinar Langit7.id, Muhamad Ali: Pandemi Jadikan Masyarakat Semakin ReligiusDalam pengelolaan sumber daya manusia, momentum dari sisi waktu dan jumlah sangatlah signifikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam konteks pemulihan ekonomi, seharusnya kegiatan-kegiatan yang bersifat offline haruslah semakin didorong karena dua hal. Pertama, mendorong warga yang memiliki tabungan untuk membelanjakan uang mereka sehingga dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Kedua, mendorong aktivitas-aktivitas yang lebih bersifat rekreatif, setelah selama hampir dua tahun rekreasi itu menjadi suatu barang mewah. 
Dalam urusan bisnis dan pengelolaan kegiatan organisasi –baik itu korporasi maupun birokrasi—mekanisme proses bisnis yang selama dua tahun ini sudah berlangsung secara digital atau virtual justru harus didorong lebih optimal, sehingga produktivitas tidak lantas menurun karena pemaksaan aktivitas atau proses bisnis kembali ke pola lama yang konvensional.
Apabila kombinasi menggerakkan ekonomi produktif dan menyelenggarakan aktivitas fisik yang rekreatif dapat dijalankan, sebenarnya kita akan menuju kondisi normal yang sangat ideal, meskipun COVID-19 tetaplah menjadi risiko yang harus dihadapi. Bagaimanapun, mau tidak mau, suka tidak suka, peralihan status pandemi menuju endemi jangan sampai membuat kita kehilangan momentum tersebut.
Pemerhati Human Capital Management(zul)