LANGIT7.ID - , Jakarta -  Facebook telah mengumumkan bahwa induk perusahaan berganti nama menjadi Meta, pada Oktober 2021. Ini merupakan bagian dari ambisi sang CEO, Mark Zuckerberg, dalam mewujudkan Metaverse, di mana Facebook dikenal tak hanya sekadar media sosial biasa.
Adanya Metaverse, Zuckerberg akan menghadirkan internet masa depan yang menyediakan layanan untuk orang-orang bisa berkumpul di ruang virtual, menggunakan perangkat Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) sehingga terasa seperti bertemu secara langsung.
Lantas, apa alasan sebenarnya Facebook berganti nama jadi Meta?
Seiring berkembangnya zaman, kian banyak juga yang mengancam eksistensi jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu.
Baca juga: Ternyata Ini Keuntungan Bisnis di Metaverse yang Buat Facebook NafsuCEO dan Co-Founder CIAS, Dr. Indrawan Nugroho mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi ancaman berat bagi Facebook saat ini.
"Apple mengeluarkan kebijakan privasi yang memberikan pengguna pilihan untuk tidak memberikan data mereka ke Facebook untuk keperluan iklan," ujar Indrawan dalam kanal YouTube resminya, dikutip Langit7, Sabtu (19/2/2022).
Sebagai informasi, Facebook mendapatkan penghasilan dari menampilkan iklan yang relevan dengan mengakses data pribadi pengguna. Namun, sejak adanya kebijakan Apple, banyak pengguna yang justru tak mengizinkan datanya diakses. Ini berpengaruh pada pendapatan Facebook.
Tak hanya itu, kehadiran media sosial berbasis video, TikTok, juga menggoyang kedigdayaan Facebook. 
"Facebook kehilangan sebanyak 500.000 pengguna harian pada 2021. Meski demikian, pengguna bulanan Facebook tetap relatif datar, yaitu 2,91 miliar. Namun, penurunan itu seolah memberikan sinyal yang mengkhawatirkan," imbuh Indrawan.
Indriawan menambahkan, Facebook mengungkap pada data presentasi internal mereka, pengguna lebih banyak menghabiskan waktu di TikTok ketimbang Facebook.
"Mark sudah mulai melihat masa-masa kejayaan Facebook akan berakhir. Mereka kini berada di 
Strategic Inflection Points, seperti kata Andrew Grove," jelasnya.
Ini merupakan sebuah perubahan besar yang memiliki kekuatan 10 kali lipat. Perubahan ini akan mengubah fundamental dari sebuah bisnis secara eksponensial.
"Akibatnya, hampir tidak mungkin sebuah perusahaan bisa bertahan hanya dengan mengandalkan cara berbisnis yang biasa dijalankannya," tutur Indrawan.
Baca juga: Mengenal Metaverse, Dunia Virtual yang Gencar Dikembangkan Bos FacebookStrategic Inflection Points sendiri dipicu oleh situasi ekosistem industri. Facebook perlu waspada atas perubahan pada enam kekuatan industri.
"Lima di antaranya mengambil dari konsep 
Five Forces Michael Porter, yaitu kekuatan pesaing, pemain baru, pemasok, produk pengganti, pembeli, dan keenam ditambahkan Andrew Grove, adalah perusahaan komplementer."
"Setidaknya sudah ada tiga dari enam kekuatan ini yang sudah mengganggu Facebook, yaitu pesaing, kekuatan komplementer, dan kekuatan pembeli atau pengguna," papar Indrawan. 
Melihat hal itu, tampaknya Mark mulai mengubah strategi 'jualnya' dengan menghadirkan Metaverse seiring perubahan nama menjadi Meta.
"Dalam konteks Meta, mereka menghadirkan perangkat Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR). Mark meyakini kedua perangkat ini akan menjadi perangkat komputasi besar di masa yang akan datang, di mana dunia digital yang imersif dapat diakses melalui perangkat itu."
Baca juga: Ternyata Ini Penyebab Tumbangnya Facebook, Whatsapp dan Instagram Selama Berjam-jam"CCS 
Insight memprediksi pada 2024 penjualan perangkat VR dan AR melampaui jauh penjualan konsol game seperti PlayStation dan Xbox," pungkas Indrawan.
(est)