Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 28 Maret 2024
home lifestyle muslim detail berita

Tradisi Sungkeman Idul Fitri, Bentuk Bakti Anak pada Orang Tua

redaksi Ahad, 01 Mei 2022 - 15:21 WIB
Tradisi Sungkeman Idul Fitri, Bentuk Bakti Anak pada Orang Tua
Tradisi sungkeman saat Idul Fitri sebagai bentuk bakti anak pada orang tua. Foto: Langit7/iStock
skyscraper (Desktop - langit7.id)
LANGIT7.ID - , Jakarta - Sungkeman adalah tradisi masyarakat Indonesia yang biasa dilakukan saat hari raya Lebaran. Konon, kebiasaan sungkeman ini berasal dari tradisi Jawa yang dibawa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegara I dari Kraton Solo.

Tradisi sungkeman dilakukan oleh anak ke orang tua atau keluarga yang dituakan. Biasanya sebagai bentuk bakti sang anak pada orang tua atau menghormati orang yang dituakan.

Tata cara sungkeman Lebaran yang umum dijumpai di masyarakat Indonesia adalah dengan cara bersimpuh dan mencium tangan.

Lalu, bagaimana hukum sungkeman saat Idul Fitri?

Baca juga: Tradisi Maaf-Maafan, Ustad Asroni: Jangan Cuma di Hari Lebaran

Sungkeman saat Idul Fitri dalam pandangan Islam

Secara umum, sungkeman adalah proses saling memaafkan yang dilakukan orang yang lebih muda ke yang lebih tua.

Sungkeman yang dilakukan saat Idul Fitri memilih pengertian memohon maaf atau nyuwun ngapura. Istilah ngapura sendiri berasal dari bahasa Arab 'ghafura' yang artinya pengampunan.

Ditilik dari perspektif Islam, sungkeman bisa ditinjau dari hukum asal dan sudut pandang tradisi. Dari hukum asalnya, tradisi sungkeman ini tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Karena tujuan dari kebiasaan ini adalah untuk memuliakan orang tua. Ulama memperbolehkan sungkeman selama gerakannya tidak menyerupai sujud atau rukuk kepada Allah SWT, seperti ketika shalat.

Sedangkan, sehubungan dengan mencium tangan orang tua, Islam pun tidak melarangnya.

"Tidak makruh mencium tangan karena kezuhudan, keilmuan, dan faktor usia yang lebih tua" (al-Imam al-Nawawi, Raudhlah al-Thalibin, juz 10, halaman 233).

Baca juga: Meriam Bambu, Tradisi Ramadhan Anak Betawi yang Tak Eksis Lagi

Seperti dijelaskan sebelumnya, sungkeman adalah tradisi turun temurun sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua. Dalam pandangan Islam merawat tradisi sangat baik, selama tidak bertentangan dengan agama.

Seperti hadits riwayat Al-Tirmidzi mengenai budi pekerti yang baik kepada sesama.

وخالق الناس بخلق حسن

“Berbudilah dengan akhlak yang baik kepada manusia.” (HR. Al-Tirmidzi)

Ketika ditanya apa itu etika yang baik, Sayyidina Ali mengatakan

هو موافقة الناس في كل شيئ ما عدا المعاصي

“Beretika yang baik adalah mengikuti tradisi dalam segala hal selama bukan kemaksiatan.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Syarh Sullam al-Taufiq, halaman 61)

Sungkeman saat Idul Fitri merupakan salah satu tradisi yang memberi dampak positif. Karena mengajarkan bagaimana orang yang lebih muda menghormati dan bersopan santun kepada yang lebih tua.

Dalam surat An-Nisa ayat 36, Allah SWT berfirman:

۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri."

Baca juga: Makna di Balik 7 Tradisi Lebaran di Hari Kemenangan

(est)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 28 Maret 2024
Imsak
04:31
Shubuh
04:41
Dhuhur
12:01
Ashar
15:14
Maghrib
18:03
Isya
19:11
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan