LANGIT7.ID, Jakarta - Saat ini dunia sedang mengembangkan moda transportasi kendaraan listrik sebagai upaya dalam menangani krisis iklim. Nikel telah menjadi komoditas yang semakin diminati karena produksi baterai untuk kendaraan listrik mulai meningkat.
Semakin banyak perusahaan mobil listrik yang berlomba untuk mengembangkan teknologi baterai yang berbeda sesuai dengan kebutuhan kinerja terbaik. Tesla dan Pemerintah Indonesia sedang berencana menciptakan kerjasama investasi nikel baterai.
Organisasi lingkungan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah dan Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyorot perlunya kebijakan agar industri nikel di Indonesia tidak menciptakan persoalan lingkungan baru sehingga bertentangan dengan tujuan pengembangan transportasi rendah karbon.
Baca Juga: China Gandeng Indonesia Garap Industri Baterai untuk Kendaraan Listrik
"Tesla dan Pemerintah Indonesia perlu memperhatikan dampak buruk terhadap lingkungan yang dihasilkan oleh aktivitas pertambangan nikel. Pemenuhan kebutuhan baterai berbasis nikel harus mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal," kata Koordinator Jatam Sulteng, Moh Taufik, melalui siaran pers, Selasa (17/5/2022).
Taufik menambahkan, penggunaan nikel asal Indonesia oleh Tesla agar tidak menerapkan metode
Deep-Sea Tailings Placement (DSTP) untuk pembuangan limbah. Tailing dalam volume besar dengan potensi racunnya menjadi salah satu isu lingkungan penting dalam dunia pertambangan.
Menurut United States Environmental Protection Agency (EPA), kontaminasi air akibat pertambangan termasuk tiga ancaman lingkungan terbesar di dunia. Tiga lokasi yang menjadi rencana DSTP adalah Morowali, Obi, dan Weda. Ketiga lokasi tersebut terletak pada kawasan coral triangle. Kawasan ini mengandung keragaman spesies terumbu karang yang sangat tinggi. Apabila limbah pertambangan dibuang ke laut, akan menyebabkan pemutihan karang massal dan dapat menyebabkan penurunan biodiversitas.
Sementara Koordinator Perkumpulan AEER, Pius Ginting menyatakan poin yang disampaikan dalam surat bahwa apabila Tesla ingin berinvestasi di Indonesia, sumber energi untuk aktivitas produksi nikel tidak boleh berasal dari PLTU batubara, karena akan bertentangan dengan salah satu tujuan untuk membeli kendaraan listrik yaitu mengurangi total emisi gas rumah kaca.
Baca Juga: Kendaraan Listrik Bisa Tekan Impor Minyak
Menurut kajian yang dilakukan oleh Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara untuk pengolahan nikel di Indonesia telah meningkatkan polusi udara dan masalah kesehatan bagi masyarakat lokal di Bahodopi, Morowali. Debu batu bara mendatangi rumah para warga, mengakibatkan banyak orang mengidap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Sebelumnya, Jatam Sulawesi Tengah dan AEER pun mengirim surat kepada CEO Tesla, Elon Musk pada 11 Mei 2022. Dalam suratnya, mereka mengingatkan agar Elon Musk tetap memegang komitmen yang disampaikan dalam rapat pemegang saham tahunan Tesla September 2020, bahwa dia menawarkan kontrak jangka panjang bagi perusahaan yang dapat menambang nikel dengan satu syarat, yaitu tidak mencemari lingkungan.
(jqf)