LANGIT7.ID, Sorong -  Muhammadiyah lewat Universitas Pendidikan 
Muhammadiyah (UNIMUDA) Sorong, Papua Barat memberikan keteladanan akan praktik toleransi yang sesungguhnya. 
Di kampus terbaik se-Papua dan Papua Barat itu, para mahasiswa yang beragama Kristen diberi haknya untuk mendapatkan pelajaran tentang agama mereka. Bahkan mereka bebas mendirikan organisasi kemahasiswaan berlatar agama seperti Keluarga Mahasiswa Katolik UNIMUDA.
Civitas akademika UNIMUDA tidak ingin bila mereka merasa terdiskriminasi. Para mahasiswa juga diberikan porsi mata kuliah Kemuhammadiyahan untuk mengenalkan Persyarikatan sebagai jembatan perekat antar komponen bangsa di Papua Barat.
Baca Juga: Masjid Raya Baiturrahim Ikon Umat Islam di Bumi Cendrawasih
Rektor UNIMUDA Sorong Rustamadji mengatakan, kendati kampusnya adalah kampus Islam yang dikelola oleh persyarikatan 
Muhammadiyah, mayoritas mahasiswanya beragama kristen. 
“Alhamdulilah kami sangat maju menjadi perguruan tinggi terbaik di tanah Papua, dan alhamdulilah kami merupakan kampus yang multikultural, sebagian besar mahasiswanya asli Papua dan mayoritas beragama Kristen,” ujar Rustamadji, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Kamis (26/5/2022). 
Pada tahun 2019, mahasiswa UNIMUDA bahkan berhasil meraih rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) setelah sebanyak 1.745 mahasiswa melakukan tarian Aster, tarian khas Papua. Kegiatan yang digelar di lapangan olahraga UNIMUDA ini, dihadiri oleh Bupati Sorong Johny Kamuru, perwakilan MURI Retna Purbawati, Dandim Sorong Letkol Budiman yang juga ikut menari aster bersama mahasiswa. Hal ini sebagai bukti bahwa kebersamaan antar komponen bangsa di sana masih begitu erat.
Saat pandemi melanda, UNIMUDA menyelenggarakan vaksinasi Covid-19 massal. Vaksinasi ini diikuti 300 pelajar dan ribuan masyarakat, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Sorong, Puskesmas Aimas, Kelurahan Masalom, dan Pasukan Maritim 3.
Baca Juga: Muhammadiyah Tegaskan LGBT Merupakan Penyimpangan dan Terlarang
Selain itu, 
Muhammadiyah Sorong membuka Layanan Dukungan Psikososial (LDP) secara daring dengan melibatkan 60 psikolog dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Serta menyemprotkan cairan disinfektan, tidak hanya di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah dan Aisyiyah, tetapi juga di gereja dan area fasilitas umum lainnya.
“Kami harap kampus kami menyenangkan bagi semua, menyenangkan bagi semua suku, ras, dan agama. Terakhir, semua yang kami lakukan bukan merupakan hal yang sulit, apalagi jika kita mau lakukan akan menjadi hal yang menyenangkan dan membahagiakan,” pungkas Rustamadji.
(jqf)