LANGIT7.ID, Jakarta -  Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah berkomitmen untuk menghapus pekerja anak terutama yang bekerja pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak.
Komitmen ini dibuktikan dengan diratifikasinya Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 dan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2000.
"Masalah pekerja anak merupakan masalah yang kompleks yang tidak hanya terkait dengan masalah ketenagakerjaan tetapi juga terkait dengan masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan lainnya," kata Ida Fauziah dikutip Kamis (23/6/2022).
Baca juga: Pimpinan MPR Komitmen Jaga Suhu Politik Jelang 2024 Selain itu, Pemerintah Indonesia juga telah menindaklanjuti langkah ratifikasi dengan membentuk Komite Aksi Nasional untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (KAN-PBPTA) ditetapkan dengan Keppres No. 12 Tahun 2001 dan memiliki tiga mandat dan tugas.
Ida menyampaikan bahwa tiga tugas tersebut yakni Rencana Aksi Nasional Penghapusan BPTA (RAB-PBPTA), melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan RAN-PBPTA serta menyampaikan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan RAN-PBPTA kepada instansi terkait. 
"RAN-PBPTA merupakan program terikat waktu yang dibagi dalam tiga tahapan dan akan dilaksanakan dalam kurun waktu 20 tahun. Kita telah selesai melaksanakan RAN-PBPTA Tahap I dan Tahap II. Untuk saat ini kita sedang melaksanakan RAN-PBPTA Tahap III dan akan berakhir di tahun 2022," ujarnya. 
Lebih lanjut Ida menyatakan, dalam upaya menghapus pekerja anak, pihaknya telah melakukan beberapa hal. Pertama, meningkatkan pemahaman melalui sosialisasi kepada dunia usaha dan masyarakat tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
"Kedua, melakukan upaya pencegahan dan penghapusan pekerja anak dari BPTA melalui berbagai program antara lain Program Zona/ kawasan Bebas Pekerja Anak dan Kampanye Menentang Pekerja Anak," katanya.
Ketiga, pihaknya telah melaksanakan Program Pengurangan Pekerja Anak dan telah berhasil menarik pekerja anak dari tempat kerja sebanyak 143.456 anak pada tahun 2008 sampai 2021. 
"Program ini bertujuan mengurangi jumlah pekerja anak dari Rumah Tangga Miskin (RTM) yang putus sekolah untuk ditarik dari tempat kerja melalui pendampingan di shelter dalam rangka memotivasi dan mempersiapkan anak kembali ke dunia pendidikan," ungkapnya.
Baca juga: Otak-Atik Capres, PAN Jakbar Usulkan Nama Anies dan ZulkifliKeempat, melakukan penguatan kapasitas penegakan hukum norma Pekerja Anak dan BPTA melalui perluasan pendidikan dan pelatihan, seperti melakukan Bimtek pengawasan norma kerja anak.
"Kelima, mendorong Pemda untuk memasukkan isu Penanggulangan Pekerja Anak dalam RPJMD dan sudah ada beberapa daerah yang mengadopsi praktik baik kegiatan Penarikan Pekerja Anak-Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) yang selama ini dilakukan oleh Kemnaker di antaranya yaitu Kabupaten Mempawah, Provinsi Gorontalo dan Provinsi Jawa Tengah," terangnya.
Dan yang keenam, pelaksanaan kebijakan untuk pencegahan dan penanggulangan Pekerja Anak dan BPTA baik secara pre-emptif, preventif, dan represif oleh Pengawas Ketenagakerjaan melalui sosialisasi kepada stakeholder, pemeriksaan ke perusahaan yang diduga mempekerjakan anak, dan penyidikan.
(sof)