Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 23 Oktober 2025
home masjid detail berita

Setiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Fitrah, Begini Penjelasan Imam Al-Ghazali

miftah yusufpati Selasa, 27 Mei 2025 - 05:45 WIB
Setiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Fitrah, Begini Penjelasan Imam Al-Ghazali
Makin tinggi materi subjek pengetahuan didapatnya, makin besarlah kesenangannya. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Nabi Muhammad SAW bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (untuk menjadi muslim); orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi."

Imam Al-Ghazali dalam bukunya berjudul "The Alchemy of Happiness" yang diterjemahkan Haidar Bagir menjadi "Kimia Kebahagiaan" (Mizan, 1979) menjelaskan setiap manusia, di kedalaman kesadarannya, pernah mendengar pertanyaan: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" dan menjawab: "Ya."

"Namun, ada hati yang telah sedemikian kotor oleh karat dan debu, sehingga tidak mampu lagi memantulkan kebenaran dengan jernih," ujar Imam Al-Ghazali.

Sementara hati para nabi dan wali, meskipun mereka juga memiliki nafsu sebagaimana manusia biasa, sangat peka terhadap kesan-kesan ilahiah.

Bukan hanya dengan nalar pengetahuan capaian dan intuisi saja jiwa manusia bisa menempati tingkatan paling utama di antara makhluk-makhluk lain, tetapi juga dengan nalar kekuatan. Sebagaimana malaikat-malaikat berkuasa atas kekuatan-kekuatan alam, demikian jugalah jiwa mengatur anggota-anggota badan.

Baca juga: Imam Al-Ghazali: Tujuan Disiplin Moral Memurnikan Hati dari Karat Nafsu dan Amarah

Jiwa yang telah mencapai suatu tingkatan kekuatan khusus, tidak saja mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang lain. Jika mereka ingin agar seseorang yang sakit bisa sembuh, maka si sakit pun akan sembuh, atau menginginkan seseorang yang sehat agar jatuh sakit, maka sakitlah orang itu, atau jika ia menginginkan kehadiran seseorang, maka datanglah orang itu kepadanya.

Sesuai dengan baik-buruknya akibat yang ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini, hal tersebut diistilahkan sebagai mukjizat dan sihir. Jiwa ini berbeda dari orang biasa dalam tiga hal:

1. Apa yang hanya dilihat oleh orang-orang lain sebagai mimpi, mereka lihat pada saat-saat jaga.
2. Sementara kehendak orang lain hanya memengaruhi jasad mereka saja, jiwa ini, dengan kekuatan kehendaknya, bisa pula menggerakkan jasad-jasad di luar dirinya.
3. Pengetahuan yang oleh orang lain diperoleh dengan belajar secara sungguh-sungguh, sampai kepada mereka lewat intuisi.

Menurut Imam al-Ghazali, tentunya bukan hanya tiga tanda ini saja yang membedakan mereka dari orang-orang biasa, tetapi hanya ketiganya itulah yang bisa kita ketahui. Sebagaimana halnya, tidak ada sesuatu pun yang mengetahui sifat-sifat Tuhan yang sebenarnya, kecuali Tuhan sendiri, maka tak ada seorang pun yang mengetahui sifat sebenarnya seorang nabi, kecuali seorang nabi.

Hal ini tak perlu kita herankan, sama halnya dengan peristiwa sehari-hari kita melihat kemustahilan untuk menerangkan keindahan puisi kepada seseorang yang telinganya kebal terhadap irama, atau menjelaskan keindahan warna kepada seseorang yang sama sekali buta.

Baca juga: Imam Al-Ghazali: Mengenal Diri dengan Menyadari Memiliki Jasad dan Hati

Di samping ketidakmampuan, ada juga hambatan-hambatan lain dalam pencapaian kebenaran rohaniah. Salah satunya adalah pengetahuan yang dicapai secara eksternal. Sebagai misal, hati bisa digambarkan sebagai sumur dan pancaindra sebagai lima aliran yang terus-menerus membawa air ke dalamnya. Agar bisa menemukan kandungan hati yang sebenarnya, maka aliran-aliran ini mesti dihentikan untuk sesaat dengan cara apa pun, dan sampah yang dibawa bersamanya mesti dibersihkan dari sumur itu.

Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran rohani yang murni, pada saat itu kita mesti membuang pengetahuan yang telah dicapai dengan proses-proses eksternal dan yang sering kali mengeras menjadi prasangka dogmatis.

Kesalahan dari jenis lain, yang berlawanan dengan itu, dilakukan oleh orang-orang yang dangkal — dengan menggemakan beberapa ungkapan yang mereka tangkap dari guru-guru sufi — ke sana ke mari menyebarkan kutukan terhadap semua pengetahuan.

Ia bagaikan seseorang yang tidak cakap di bidang kimia menyebarkan ucapan: "Kimia lebih baik dari emas," dan menolak emas ketika ditawarkan kepadanya.

Kimia memang lebih baik dari emas, tetapi para ahli kimia sejati amatlah langka, demikian pula sufi-sufi sejati. Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf, tidak lebih unggul daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang yang baru mencoba beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan seorang kaya.

Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan melihat bahwa kebahagiaan memang terkait dengan pengetahuan tentang Tuhan. Tiap fakultas dalam diri kita senang dengan segala sesuatu yang untuknya ia diciptakan.

Baca juga: Kisah Sufi Imam Al-Ghazali: Orang yang Mencapai

Syahwat senang memuaskan nafsu, kemarahan senang membalas dendam, mata senang melihat objek-objek yang indah, dan telinga senang mendengar suara-suara yang selaras.

Fungsi tertinggi jiwa manusia adalah pencerapan kebenaran, karena itu dalam mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan kesenangan tersendiri.

Bahkan soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga mengandung kebaikan. Dan makin tinggi materi subjek pengetahuan didapatnya, makin besarlah kesenangannya.

Seseorang akan senang jika dipercayai untuk jabatan perdana menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia jika sang raja sedemikian akrab dengannya sehingga membukakan soal-soal rahasia baginya.

Seorang ahli astronomi yang dengan pengetahuannya bisa memetakan bintang-bintang dan menguraikan lintasannya, mereguk lebih banyak kenikmatan dari pengetahuannya dibanding seorang pemain catur.

Baca juga: Kisah Sufi Imam Al-Ghazali: Tempat Penjual Wangi-wangian

Setelah mengetahui bahwa tak ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah, maka betapa besarnya kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati tentang-Nya itu!

Orang yang telah kehilangan keinginan akan pengetahuan seperti ini adalah bagaikan seseorang yang telah kehilangan selera terhadap makanan sehat, atau yang dalam kehidupannya lebih menyukai makan lempung daripada roti.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 23 Oktober 2025
Imsak
04:02
Shubuh
04:12
Dhuhur
11:41
Ashar
14:51
Maghrib
17:49
Isya
18:59
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan