LANGIT7.ID, Jakarta - Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, memberikan saran cara mencegah kemunculan lembaga filantropi nakal. Cara itu diperlukan untuk menjaga budaya masyarakat Indonesia yang terkenal dermawan.
Dia mengatakan, saat pandemi Covid-19 mewabah, Indonesia justru menempati peringkat pertama sebagai negara paling dermawan di dunia. Itu menurut penelitian
Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2021.
Sebagai negara paling dermawan, maka tantangan masyarakat adalah memastikan dana yang disumbangkan dikelola dengan amanah. Dana donasi itu harus sampai ke tangan orang yang membutuhkan dan tidak diselewengkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Baca: Pecat Pengelola Tak Amanah, Cara Khalifah Umar Hindari Penyelewengan Donasi Umat
“Ini juga jadi bagian dari tantangan kita semua khususnya bagi masyarakat yang sudah memberikan kepercayaan yang tinggi kepada lembaga filantropi Islam,” kata Abdul Mu’ti dalam webinar bertajuk “Merajuk Marwah Lembaga Amil Zakat”, dikutip Kamis (14/7/2022).
Dia menegaskan, keberadaan lembaga dana umat memiliki andil dalam pencapaian Indonesia sebagai negara paling dermawan dari CAF World Giving Index.
“Ini perkembangan yang menggembirakan karena zakat, infak, dan sedekah bisa jadi salah satu pilar ekonomi dan bagian penting dari kedermawanan itu dikelola secara profesional,” ucapnya.
Terkait regulasi pengelolaan dana, sudah ada Aturan yang jelas terkait mekanisme pengawasan dan pengelolaan zakat. Namun hal ini, kata Mu’ti, masih perlu peningkatan. Jika tidak, maka lembaga yang nakal bisa mengambil kesempatan.
“Kami melihat bahwa ada lembaga-lembaga filantropi yang orientasi bisnisnya sangat kuat. Padahal, orientasi bisnis itu secara regulasi alokasinya 12,5% untuk jatah amil. Itu termasuk sudah sangat besar,” ucap Mu’ti.
Baca Juga: Imbas Isu ACT, Lembaga Kemanusiaan Perlu Standarisasi
Dia menyarankan, untuk menjaga amanah dan kepercayaan masyarakat, maka setiap lembaga pengelola dana umat perlu melakukan tiga hal. Pertama, menjalankan profesionalisme.
Kedua, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi. Ketiga, mendistribusikan kepada masyarakat untuk bantuan-bantuan yang bersifat memberdayakan, bukan hanya bersifat
charity (sumbangan) atau karitatif.
“Apalagi sampai ditengarai ada lembaga-lembaga filantropi yang digunakan untuk kepentingan politik, sebab ini sesuatu yang sangat bertentangan dengan Undang-undang dan tujuan dari diselenggarakannya filantropi Islam,” kata Mu’ti.
(jqf)