LANGIT7.ID - , Jakarta -  Sebuah studi yang dilakukan Islamic Council of Victoria (ICV), yang berbasis di 
Australia, menemukan hampir 86 persen unggahan konten 
anti-Muslim di 
Twitter berasal dari Amerika Serikat, Inggris, dan India. 
Selama dua tahun, antara 28 Agustus 2019 hingga 27 Agustus 2021, 
India mencatat angka tertinggi, dengan 871.379 tweet Islamofobia, diikuti oleh AS dengan 289.248, dan 
Inggris, dengan 196.376.
Baca juga: Habib Rizieq Dukung Inisiatif Gerakan Nasional Anti IslamofobiaDalam laporan, Islamofobia di Era Digital, menyatakan bahwa Islamofobia di India yang merajalela adalah akibat dari normalisasi kebencian 
Partai Bharatiya Janata (BJP) terhadap 
umat Islam. 
Sementara di AS, menurut laporan tersebut, 
Islamofobia adalah masalah lama yang diperburuk oleh retorika rasis, konspirasi, dan menghasut yang digunakan 
Donald Trump. 
Adapun prevalensi tweet anti-Muslim di Inggris dipengaruhi banyak faktor. Mengutip dari Middle East Eye, Jumat (23/9/2022), beberapa faktor tersebut seperti sentimen anti-migran dan rasisme kasual mantan Perdana Menteri 
Boris Johnson. 
Menurut ICV, setidaknya ada 3.759.180 postingan Islamofobia di Twitter dalam periode waktu 28 Agustus 2019 hingga 27 Agustus 2021. 
Berselang hampir satu tahun, dari 85 persen ujaran kebencian tersebut hanya 14,8 persen yang akhirnya dihapus, baik karena disembunyikan melalui pengaturan privasi, dihapus oleh pengguna, atau dihapus oleh moderator.
Baca juga: MUI Tekan India Patuhi Resolusi PBB tentang Anti Islamofobia“Kami menyimpulkan dari sini bahwa Twitter secara drastis gagal menghapus konten anti-Muslim,” tulis laporan tersebut. “Ini tidak mengejutkan mengingat mereka tidak secara otomatis menyaring posting untuk kebencian, tetapi hanya bertindak setelah laporan diajukan,". 
"Namun, dalam praktiknya, bahkan ketika Islamofobia menjadi perhatian mereka, hanya 3 persen dari tweet yang ditandai yang akhirnya dihapus."
Tiga tema umum teratas yang diamati dalam tweet anti-Muslim adalah asosiasi Islam dengan terorisme, penggambaran pria Muslim sebagai pelaku kekerasan seksual, dan ketakutan penerapan hukum syariah Islam. 
'Jika tidak ada perubahan yang dilakukan, kemungkinan besar masalah Islamofobia online akan berkembang ke titik yang sulit dipecahkan'
Untuk memerangi kebencian ini, ICV merekomendasikan sejumlah langkah, seperti memperkenalkan hukuman bagi platform yang gagal bertindak untuk mencegah Islamofobia dan menekan pemerintah India untuk mengakhiri retorika anti-Muslim.
Baca juga: 2 Dekade Setelah 9/11, Muslim AS Masih Berjuang Lawan IslamofobiaICV menyarankan agar Twitter mengakhiri kebijakan tidak menyaring tweet dan secara otomatis mendeteksi dan menghapus konten kebencian. Laporan tersebut juga merekomendasikan agar Twitter membentuk badan pengawas independen untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan moderasinya.
"Jika tidak ada perubahan yang dibuat, kemungkinan besar masalah Islamofobia online akan tumbuh ke titik yang sulit dipecahkan," tambah ICV.
(est)