LANGIT7.ID-, Jakarta- - Menjelang pemilihan umum (Pemilu), banyak lembaga survei berlomba-lomba mengeluarkan hasil survei terkait calon, kandidat dewan sampai presiden, dan partai. Akan tetapi, ada lembaga survei terlibat dalam praktik-praktik yang kontroversial, seperti mengkampanyekan, mempromosikan calon atau partai, atau bahkan merancang hasil survei untuk memengaruhi opini publik.
Lalu, bagaimana hukum memakan gaji dari lembaga survei abal-abal? Pakar fikih kontemporer, KH Ahmad Zahro, menjelaskan, lembaga-lembaga survei merupakan entitas yang umumnya beroperasi dengan dana yang sangat besar, terutama menjelang pemilihan umum.
"Kita kembali pada hukum asal: hukum berbohong itu boleh atau tidak? Hukum berbohong jelas tidak boleh," kata KH Ahmad Zahro saat ditanya oleh jamaah terkait hukum hukum lembaga survei abal-abal dalam salah satu kajiannya, dikutip Kamis (24/8/2023).
KH Ahmad Zahro menegaskan, pendapatan yang diperoleh dari berbohong adalah haram, tanpa kompromi. Tindakan berbohong dan manipulasi data survei untuk kepentingan politik atau komersial adalah pelanggaran etika yang serius.
"Jadi saya memperingatkan kepada semua kegiatan, baik perorangan maupun kelembagaan, berhati-hatilah dalam mendapatkan rezeki, penghasilan, uang. Kalau kita beriman, maka pastilah akan kita dasarkan pada iman kita, bahwa rezeki haram itu tidak barokah," ujar KH Ahmad Zahro.
Bagi orang beriman, kata KH Zahro, ada keyakinan yang kuat bahwa rezeki yang halal akan mendatangkan berkah. Keberkahan mempengaruhi kualitas rezeki seseorang. Bisa saja seseorang memiliki rupiah yang melimpah, tapi tidak cepat habis atau habis di tempat-tempat maksiat.

"Bisa saja uang memang banyak, tapi kalau tidak Barokah, cepat habis. Ini kemungkinan-kemungkinan ya diakibatkan oleh rezeki yang tidak Barokah. Hal-hal negatif mudah muncul. Atau paling tidak hati tidak tenang," ujarnya.
Tentu saja, di atas dunia ini, selain iman, yang paling berharga adalah ketenangan dan kebahagiaan. "Itu mahal banget," tambahnya.
Dia menegaskan, jika sebuah pekerjaan didasari dengan kebohongan atau penipuan, maka pendapatan dari pekerjaan itu pun haram. Bagi orang beriman, sudah pasti akan menghindari sumber pendapatan dengan cara demikian.
Pandangan ini tidak hanya berlaku untuk lembaga survei, tetapi juga untuk semua kegiatan dan aktivitas. Menurut KH Ahmad Zahro, "Bukan hanya lembaga survei, semua kegiatan dan semua aktivitas yang tidak halal, hasilnya ya haram."
KH Ahmad Zahro mengingatkan akan pentingnya integritas, kejujuran, dan moralitas dalam mencari rezeki dan berpartisipasi dalam aktivitas apapun. Meskipun masyarakat sering kali tergoda oleh imbalan finansial yang besar, tapi hanya rezeki yang halal yang akan membawa keberkahan sejati dalam hidup seseorang.
(ori)