LANGIT7.ID-, Surabaya- - Masalah stunting dan kesehatan ibu anak diusulkan menjadi bahasan pada debat capres-cawapres. Masalah kesehatan menjadi isu penting menuju Indonesia Emas 2045.
Menilik survei CSIS pada Agustus 2022 lalu, pemilih kalangan anak muda belum banyak yang memilih kesehatan sebagai isu penting dalam pemilihan capres maupun cawapres.
Dari hasil survei tersebut hanya 6,2 persen dari 1.200 responden yang menjadikan isu kesehatan sebagai prioritas. Isu ekonomi menjadi pilihan utama dengan keterpilihan responden mencapai 60 persen.
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya, Dede Nasrullah menyebut, rendahnya kepedulian pemilih capres dan cawapres dalam isu kesehatan juga patut menjadi kekhawatiran bersama.
Baca juga:
Debat Capres, Doa dan Statemen PembukaDede menyebut, permasalahan stunting masih menjadi masalah gizi utama bagi bayi dan anak di bawah usia dua tahun di Indonesia.
Di Indonesia, berdasarkan data Asian Development Bank, pada tahun 2022 persentase Prevalence of Stunting Among Children Under 5 Years of Age di Indonesia sebesar 31,8 persen. Jumlah tersebut, menyebabkan Indonesia berada pada urutan ke-10 di wilayah Asia Tenggara.
Menurut data SSGI tahun 2023 angka stunting mengalami penurunan sebesar 21,6 % dari tahun sebelumnya 2022 sebanyak 24,4% akan tetapi penurunan ini masih belum sesuai dengan target yang akan di capai oleh pemerintah di bawah 20% bahkan target yang akan dicapai adalah sebesar 14% di tahun 2024.
Selain itu juga Data Bank Dunia atau World Bank mengatakan angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting mencapai 54%. Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting.
Sejak masa kampanye resmi dimulai para capres dan cawapres mulai ada yang berbicara terkait dengan isu kesehatan bahkan ada capres dan cawapres yang sudah spesifik menyampaikan program berkaitan dengan penanganan stunting sehingga viral dan ditanggapi oleh para ahli tenaga kesehatan terkait program tersebut.
Dalam menangani permasalahan stunting ini memang harus mengetahui terlebih dahulu akar permasalahannya dan seharusnya memang harus ditangani semenjak calon pengantin dan ketika ibu hamil sehingga anak yang dikandungnya mendapatkan nutrisi semenjak 1000 HPK.
“Agar pencapaian penurunan stunting ini dapat menjadi lebih baik maka orientasi program tidak lagi murni eradikasi berbasis treatment tetapi fokus pada pencegahan,” imbuh Dede dikutip dari laman UM Surabaya.
Dede mengatakan, permasalangan stunting di Indonesia ini bukan hanya karena kesehatan akan tetapi juga berkaitan dengan ekonomi masyarakat sehingga kebutuhan nutrisi ibu hamil dan suplemen vitamin bagi ibu hamil juga penting, mencegah merupakan cara yang jitu dalam menangani stunting.
Selain itu juga akses pelayanan kesehatan di pelosok Indonesia menjadi sangat penting sebagai salah satu penunjang bagi ibu hamil memeriksakan anaknya.
Program yang ditawarkan oleh capres dan cawapres seharusnya bisa memecahkan permasalahan dari hulu sampai hilir sehingga tidak hanya berfokus pada kuratif saja.
Selain itu juga capres dan cawapres harus dapat membaca dan memahami kondisi wilayah di Indonesia secara spesifik sesuai konteks dan kebutuhan di daerah- daerah yang memiliki angka stunting tinggi serta memastikan bahwa masyarakat dapat mudah mendapatkan akses pelayanan kesehatan .
“Gerakan aktif posyandu dan puskesmas merupakan langkah awal masyarakat untuk mendapatkan informasi dan pelayanan berkaitan dengan kesehatannya. Intervensi yang tajam dan tepat sasaran akan menekan angka stunting di Indonesia serta inovasi dan pemanfaatan teknologi dapat dilakukan dengan optimal untuk surveilans gizi mengingat era saat ini adalah digital,”pungkasnya.
(ori)