LANGIT7.ID, Semarang -  Pada tahun 2022 mendatang, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang akan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, salah satunya 
entrepreneur. Di kurikulum yang baru, UIN  memasukkan kecakapan abad 21, seperti berpikir kritis dan 
problem solving, kecakapan komunikasi, kecakapan kolaborasi, dan kecakapan kreatif dan inovasi. 
Baca Juga: Tantangan Perguruan Tinggi Islam, Studi Keagamaan Kalah Pamor dari Ilmu UmumKompetensi yang dibentuk bukan menciptakan pegawai kantoran, melainkan aneka macam keahlian mahasiswa itu yang dimanfaatkan. Jadi ketika tidak ada peluang kerja, kompetensi itu dimanfaatkan.
Wakil Rektor I Bidang Kurikulum Dr Mukhsin Jamil menyampaikan, saat ini sudah tertuang dalam kurikulum, mulai 2022 , mahasiswa bisa mengambil 9 skema terdiri dari pertukaran pelajar, punya proyek mandiri, layanan kemanusiaan, jadi guru, pengusaha, punya keahlian riset kolaboratif, terdiri dari 20 sks selama satu semester.   
Salah satu amanat penting dalam kerangka kualifikasi nasional adalah bahwa setiap program studi (prodi) harus memasukkan injeksi 
entrepreneurship minimal 2 sks sesuai prodi. 
“Ada minimal mengenalkan prinsip-prinsip dan basis kemampuan 
entrepreneur. Bagi yang ingin mengembangkan lebih lanjut, atau mata kuliah pilihan bisa mengambil 6 sks,” katanya. 
Ia sudah mendesain kurikulum merdeka belajar dan kampus merdeka (MBKM) di mana seluruh mahasiswa punya hak belajar di luar prodi kurang lebih 20 SKS, atau bisa belajar di perguruan tinggi lain, dengan tetap dibimbing oleh dosen.  Begitu lulus, punya skill yang ditekuni. 
“Silakan mahasiswa memilih skema-skema yang kami siapkan,” ucapnya. 
Dia berharap alumni bisa beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah baik sosial, ekonomi dan arus global dan mampu eksis di tengah masyarakat. Alumni yang dicetak, bukan mencari pekerjaan, tapi menciptakan pekerjaan, menciptakan peluang di tengah-tengah masyarakat. 
Dikatakan, UIN sangat berbeda dengan perguruan tinggi lain. Di UIN, proses pendidikannya mengajikan 3 aspek, di antaranya ada ilmu pengetahuan, filsafat dan ilmu pengetahuan agama. Karena jika hanya diberi semata-mata softskill, maka tidak memiliki kemampuan metodologis seperti menyelesaikan masalah.
“Maka 
problem solving harus dimiliki, ini persoalan filsafat, berpikir menyelesaikan masalah. Agama, jadi ketahanan seseorang dalam menghadapi persoalan serius. Ini  banyak dibentuk, didorong agama, (seperti) tidak menyerah, ikhtiar adalah kewajiban, rezeki kalau dicari ada, Tuhan maha Rahmah,” jelasnya.
Baca Juga: Guru Besar UIN Protes Proyek Ruang Kerja 6,5 M Mendikbudristek(jqf)