LANGIT7.ID-, Jakarta- - Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) perlu memaksimalkan keanggotaannya dalam upaya melindungi pasar dalam negeri sekaligus mengamankan pasar ekspor produk Indonesia di luar negeri. Salah satu instrumen yang dapat dioptimalkan Indonesia adalah trade remedies, khususnya anti-dumping dan antisubsidi. Instrumen ini diperbolehkan WTO untuk dipergunakan negara anggotanya dalam menghadapi perdagangan internasional yang tidak adil.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri dalam pembukaan Diskusi Stakeholders bertema "Trade Remedies dalam Perspektif Perdagangan Global dan Penguatan Terhadap Industri Dalam Negeri". Diskusi digelar di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/11).
Baca juga:
Peringati Hari KORPRI, Wamendag Roro Tinjau Penyelenggaraan Donor Darah di Direktorat Metrologi"Indonesia perlu mengoptimalkan trade remedies, meliputi anti-dumping dan antisubsidi. Hal ini menjadi wujud perlindungan industri dalam negeri dari serbuan produk impor yang diduga dijual dengan harga dumping atau mengandung subsidi sehingga menyebabkan kerugian atau penurunan kinerja bagi industri dalam negeri. Instrumen trade remedies lainnya yang juga dapat digunakan ketika barang impor membanjiri pasar dalam negeri adalah tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measures)," jelas Wamendag Roro dalam keterangan resmi, Jumat (29/11/2024).
Wamendag Roro menambahkan, untuk menggunakan instrumen ini, pemerintah harus bisa memastikan keseimbangan industri hulu, hilir dan pengguna, dampak terhadap perekonomian secara menyeluruh, serta hubungan baik dengan mitra dagang Indonesia.
Menurut Wamendag Roro kondisi beberapa sektor industri dalam negeri belakangan perlu mendapat perhatian khusus. Kementerian Perdagangan mencatat, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 stagnan di level kontraksi sebesar 49,2. Stagnasi ini telah terjadi selama empat bulan berturut-turut. Salah satu penyebabnya adalah praktik dumping oleh beberapa negara asal impor Indonesia.
"Stagnasi pada PMI tersebut karena adanya kelebihan pasokan negara asal impor yang disebabkan pemberlakuan tarif tinggi oleh negara-negara mitra dagang utama mereka, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Selain itu, tuduhan-tuduhan dumping dan subsidi kepada Indonesia juga menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan industri dalam negeri yang berorientasi ekspor," ungkap Wamendag Roro.
Baca juga:
Harga Minyakita Tembus Rp17.100/Liter, Mendag Budi Santoso Siapkan Strategi Khusus Jelang Nataru 2025Kondisi perekonomian global berkembang dengan sangat dinamis yang menciptakan tantangan besar bagi para pembuat kebijakan. International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 sebesar 3,2 persen. IMF juga memproyeksikan inflasi global akan menurun menjadi 4,5 persen pada 2025 dari sebelumnya 5,9 persen pada 2024. Sementara dari sisi perdagangan, WTO memproyeksikan pertumbuhan volume perdagangan global 2,7 persen pada 2024 dan 3 persen pada 2025.
Didukung fundamental ekonomi nasional yang kuat, perekonomian Indonesia tetap tumbuh dengan baik membuktikan daya tahan ekonomi di tengah stagnasi global, tensi geopolitik, dan konflik regional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ketiga 2024 tumbuh 4,9 persen dan diharapkan mencapai 5 persen pada akhir tahun ini.
Wamendag Roro juga menyoroti aktivitas perdagangan Indonesia juga mencatatkan kinerja baik. Surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 mencapai USD 3,26 miliar atau meningkat dibandingkan dengan surplus pada Agustus 2024 sebesar USD 2,78 miliar. Kenaikan surplus neraca perdagangan terutama bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas dan telah berlangsung selama 53 bulan berturut-turut.
Baca juga:
Kolaborasi KP2MI-Kemendag Buka Peluang Kerja Global untuk PMI Ketua KADI Danang Prasta Danial mengatakan, kementerian/lembaga sebagai pengambil keputusan diharapkan semakin memahami pentingnya instrumen trade remedies dalam melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan yang tidak adil (unfair trade).
“Hingga saat ini, sejumlah praktik dumping masih dapat ditemui di lapangan. Kami berharap diskusi ini dapat memberikan rekomendasi penerapan kebijakan anti-dumping dan antisubsidi. Sehingga, manfaatnya dapat dirasakan industri dalam negeri dari hulu hingga hilir dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional lainnya,” pungkas Danang.
(lam)