LANGIT7.ID-, Dublin - Pemerintah
Irlandia akan menyusun undang-undang tentang pembatasan perdagangan dengan
perusahaan Israel yang berkantor di wilayah pendudukan
Palestina.
Perdana Menteri Micheal Martin mengatakan, hal tersebut menjadi langkah simbolis setelah pengakuan resmi Irlandia terhadap negara Palestina, tahun lalu.
Baca juga: Indonesia Tegas! Tolak Hubungan Diplomatik dengan Israel Selama Palestina Masih DijajahMelansir Reuters, Jumat (30/5/2025), RUU tersebut berisi
larangan impor barang dari permukiman namun tidak mencakup jasa.
Menteri Luar Negeri Simon Harris berharap komite parlemen akan meninjau RUU tersebut paling cepat pekan depan.
RUU final kemudian akan melalui pemeriksaan parlemen sebelum majelis tinggi dan majelis rendah memberikan suaranya, kemungkinan akhir tahun ini.
"Dalam banyak hal, ini adalah langkah kecil, tetapi semua negara harus melakukan semua yang kami bisa untuk memaksimalkan tekanan dan kondisi guna mewujudkan gencatan senjata," kata Harris.
Harris berharap berharap negara lain juga akan melakukan langkah serupa.
Baca juga: Israel Rusuh Lagi di Al-Aqsa! Arab Saudi dan Yordania Angkat BicaraLangkah tersebut dilakukan usai Inggris menghentikan perundingan perdagangan bebas dengan Israel pada pekan lalu sekaligus mengumumkan sanksi lebih lanjut terhadap para pemukim Tepi Barat.
Uni Eropa memutuskan untuk meninjau pakta yang mengatur hubungan politik dan ekonomi dengan Israel.
RUU yang membatasi perdagangan dengan permukiman Israel di wilayah Palestina pertama kali diajukan pada tahun 2018 oleh seorang anggota parlemen independen Irlandia, tetapi diblokir oleh pemerintah saat itu karena UE, bukan negara anggota, yang bertanggung jawab atas kebijakan perdagangan blok tersebut.
Namun, pemerintah pada akhir tahun lalu mengatakan bahwa pendapat penasihat oleh pengadilan tertinggi PBB pada bulan Juli bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal akan memungkinkannya untuk melanjutkan masalah tersebut.
Baca juga: Norwegia Ogah Boikot Israel, Dana Rp29 Triliun Tetap Masuk ke Perusahaan di Gaza dan Tepi Barat(est)