LANGIT7.ID-, Jakarta - - Menteri Keuangan
Sri Mulyani mengaku masih mempelajari putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) perihal pemerintah wajib menjamin Pendidikan dasar dan menengah gratis, termasuk sekolah wasta.
"Kita mempelajari keputusan tersebut, Pak Mendikdasmen juga sudah buat rapat, saya juga akan pelajari dulu ya," ujar Sri Mulyani kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (2/6/2025).
Sri Mulyani belum memberikan keterangan lebih jauh mengenai dampak anggaran atau kebijakan yang akan diambil kementeriannya terkait putusan tersebut.
Pada 27 Mei lalu, MK menyampaikan putusannya bahwa pemerinah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar selama sembilan tahun secara gratis di semua sekolah. Maksud dari putusan ini adalah pendidikan gratis yang wajib berlaku mulai dari tingkat SD hingga SMP atau yang sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Putusan MK tersebut mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 34 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Putuskan SD-SMP Negeri Maupun Swasta Gratis, Ini AlasannyaPada kesempatan berbeda, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah
Abdul Mu’ti menanggapi putusan MK tersebut. Mu’ti menilai bahwa implementasi putusan itu masih memerlukan koordinasi lintas kementerian dan kajian anggaran yang mendalam. Meski begitu, dia menilai bahwa putusan itu tak menggratiskan semua lini pendidikan.
"Yang kami pahami sebenarnya itu kan tidak menggratiskan semua pendidikan negeri dan swasta. Artinya swasta itu masih boleh memungut dengan syarat ketentuan tertentu," ujar Mu’ti kepada wartawan di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Senin (2/6/2025).
Ia menambahkan, terkait dengan pelaksanaannya tentu
Kemendikdasmen harus koordinasi dengan kementerian keuangan dan juga harus menunggu arahan dari Presiden.
Apabila keputusan tersebut diterapkan maka otomatis akan mengubah anggaran, dan Menteri Mu'ti mengatakan bahwa hal itu akan sulit dilakukan secara langsung karena dilakukan di tengah tahun. Apalagi, dia menilai bahwa perubahan semacam itu memerlukan persetujuan DPR dan pembicaraan intensif dengan Kementerian Keuangan.
"Itu kan berarti harus perubahan anggaran tengah tahun kan, itu kan berarti harus ada pembicaraan dengan menkeu termasuk dengan DPR sehingga kami untuk sementara fokus dulu pada yang pertama bagaimana sesungguhnya substansi dari substansi dari keputusan MK itu," tuturnya.
Langkah kedua, lanjut Mu’ti, adalah memetakan apa yang saat ini sudah dilakukan oleh pemerintah dalam membantu pendidikan. Selanjutnya, setelah langkah pertama dan kedua selesai, Mu’ti menyebut bahwa kementeriannya baru dapat menyusun skema yang tepat agar bisa dilakukan untuk melaksanakan putusan MK ini.
Kendati demikian, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan pada prinsipnya terikat pada putusan MK tersebut.
"Keputusan MK itu kan
final and binding. Keputusannya paripurna dan mengikat. Karena itu tentu saja dalam pelaksanaannya, semua kita terikat pada putusan MK itu," ucapnya.
Namun, dia menegaskan kembali bahwa pelaksanaan teknis kebijakan tersebut tetap membutuhkan koordinasi erat dengan Kementerian Keuangan, Presiden, serta persetujuan DPR, khususnya dalam hal penyusunan dan revisi anggaran.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mendorong para bupati dan wali kota di provinsi itu mulai memikirkan skema SD dan SMP swasta gratis.
"SD-SMP itu wilayahnya kabupaten/kota, jadi bupati dan wali kota yang terkait SD-SMP. Kewenangan kita (pemprov) hanya di SMA, SMK, dan SLB," ujarnya setelah meninjau Posko SPMB di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng di Semarang, Senin, 2 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.
Luthfi menuturkan konsep sekolah gratis di jenjang SMA/SMK/SLB di Jateng sudah dilakukan. Terbaru sudah ada kemitraan dengan 139 SMA/SMK swasta di seluruh Jateng.
Program kemitraan tersebut dapat menambah kuota tampung anak didik sekira 5.000-an murid yang diprioritaskan untuk menampung anak tidak sekolah serta anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
(lsi)