LANGIT7.ID-, - Label mode mewah asal Italia,
Prada meluncurkan koleksi alas kaki terbaru berupa sandal anyaman. Namun belakangan justru menimbulkan kontroversi dan protes lantaran dianggap sebagai perampasan budaya di India.
Sandal yang dipamerkan di Milan Fashion Week minggu lalu itu, memiliki pola anyaman berujung terbuka yang sangat mirip dengan sandal Kolhapuri tradisional yang dibuat di negara bagian Maharashtra dan Karnataka, India.
Prada menggambarkan sandal tersebut sebagai "leather footwear" atau "alas kaki kulit", tetapi tidak menyebutkan asal-usulnya dari India. Hal inilah yang memicu reaksi keras, serta tuduhan perampasan budaya di India.
Menanggapi kontroversi tersebut, Prada mengatakan kepada BBC dalam sebuah pernyataan bahwa mereka mengakui bahwa sandal tersebut terinspirasi oleh alas kaki tradisional India.
Baca juga: Warga China Gak Sanggup Lagi Beli Louis Vuitton, Prada, Chanel, Permintaan Barang KW Naik Gila GilaanSeorang juru bicara Prada mengatakan bahwa perusahaan tersebut "selalu merayakan keahlian, warisan, dan tradisi desain", seraya menambahkan bahwa perusahaan tersebut "berhubungan dengan Kamar Dagang, Industri, & Pertanian Maharashtra terkait topik ini". Ini adalah badan perdagangan industri terkemuka di negara bagian tersebut.
Minggu lalu, perwakilan dari India telah menulis surat kepada merek tersebut, dengan mengatakan bahwa desain mereka dikomersialkan tanpa menghargai para perajin yang telah melestarikan warisannya selama beberapa generasi.
Lorenzo Bertelli, kepala Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Prada, menanggapi suratnya dengan mengatakan bahwa sandal tersebut "masih dalam tahap awal desain", menurut Reuters.
![Koleksi Terbaru Prada Tuai Protes karena Dinilai Merampas Budaya India]()
(Terbuat dari kulit, sandal Kolhapuri kokoh dan cocok untuk iklim panas di India. Foto: Nitin Nagarkar/BBC)
Ia juga mengatakan bahwa Prada terbuka untuk "dialog untuk pertukaran yang bermakna dengan para perajin lokal India" dan perusahaan akan menyelenggarakan pertemuan lanjutan untuk membahas hal ini lebih lanjut.
Sandal Kolhapuri Khas IndiaDinamai berdasarkan nama kota di Maharashtra tempat sandal tersebut dibuat, sandal Kolhapuri memiliki akar sejarah hingga abad ke-12.
Terbuat dari kulit dan terkadang diwarnai dengan warna alami, sandal tradisional buatan tangan ini kokoh dan cocok untuk iklim panas di India.
Sandal ini dianugerahi status Indikasi Geografis (GI) oleh pemerintah India pada tahun 2019.
Menurut Organisasi Perdagangan Dunia, label indikasi geografis menunjukkan bahwa suatu barang atau produk berasal dari wilayah atau tempat tertentu, dan dianggap sebagai tanda keaslian.
Setelah kontroversi tersebut, banyak perajin di Kolhapur mengatakan bahwa mereka sedih dengan penggunaan desain tersebut oleh Prada tanpa memberikan penghargaan yang sepantasnya.
"Sandal-sandal ini dibuat dengan kerja keras para pekerja kulit di Kolhapur. Sandal-sandal ini seharusnya diberi nama Kolhapur. Jangan mengambil keuntungan dari kerja keras orang lain," kata Prabha Satpute, seorang perajin Kolhapur, kepada BBC Marathi, dilansir Selasa (1/7/2025).
Sandal-sandal tersebut harganya beberapa ratus Rupee di India, tetapi harga premium yang dilaporkan Prada membuat beberapa orang marah, meskipun situs web merek tersebut tidak menyebutkan label harganya. Namun sebagian besar sandal lain yang dijual oleh rumah mode tersebut, dijual eceran dengan harga antara £600 hingga £1.000 di Inggris atau setara Rp13 juta-an hingga Rp22 juta lebih.
Sementara diketahui 100 India Rupee setara Rp18.900.
Industrialis Harsh Goenka menyoroti hal ini, dengan mengatakan bahwa para perajin lokal hampir tidak menghasilkan uang untuk produk buatan tangan yang sama. "Mereka merugi, sementara merek global meraup untung dari budaya kita," katanya.
Ini bukan pertama kalinya merek global dituduh mengambil alih produk tradisional India tanpa menghargai asal usulnya.
Di Festival Film Cannes 2025, Gucci menggambarkan sari yang dikenakan oleh bintang Bollywood Alia Bhatt sebagai gaun, yang memicu reaksi keras.
Sebelumnya pada bulan Mei, tren TikTok yang populer dikritik karena menyebut dupatta, syal tradisional Asia Selatan, sebagai syal Skandinavia.
Namun, di Kolhapur, beberapa orang mengatakan bahwa tindakan tersebut telah menanamkan rasa bangga pada diri mereka.
"Para perajin senang bahwa seseorang mengakui pekerjaan mereka," kata pengusaha yang berbasis di Kolhapur, Dileep More kepada Reuters.
(lsi)