LANGIT7.ID – Tak ada yang benar-benar baru dari sketsa yang muncul dalam edisi terakhir Juni 2025 majalah satir Turki,
LeMan. Sebuah karikatur yang menggambarkan kekerasan terhadap seorang Muslim, disertai simbol-simbol keagamaan. Gaya visual seperti ini memang telah menjadi ciri khas LeMan selama bertahun-tahun. Namun kali ini, kartun itu dianggap melampaui batas, menyinggung kesucian Islam.
Presiden
Recep Tayyip Erdogan tidak tinggal diam. Negara bergerak cepat. Polisi antihuru-hara membubarkan demonstrasi di pusat kota Istanbul dengan gas air mata dan peluru karet. Kantor Kejaksaan Istanbul langsung menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap kartunis, desainer grafis, dan dua staf redaksi *LeMan*.
Mereka dituduh melakukan penistaan agama, dengan dasar pasal dalam hukum pidana Turki yang mengkriminalisasi hasutan terhadap kebencian dan permusuhan. Menteri Dalam Negeri Ali Yerlikaya membagikan video penangkapan sang kartunis, D.P. Pehlevan, yang diborgol dan digiring menaiki tangga, serta tiga staf lainnya yang diseret keluar dari rumah mereka—salah satunya tanpa alas kaki.
“Orang yang menggambar gambar keji ini telah ditahan. Orang-orang yang tidak tahu malu ini akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum,” tulis Yerlikaya melalui platform X.
Baca juga:
4 Karyawan Majalah Satir Turki Ditangkap Imbas Pasang Kartun Nabi Muhammad SAW Sementara itu, LeMan membela diri. Dalam pernyataan resminya, mereka menyebut kartun tersebut telah disalahpahami secara sengaja. “Kami menggambarkan penderitaan umat Islam, bukan menghina agama,” tulis redaksi. Mereka meminta maaf kepada pembaca yang merasa tersinggung, namun menegaskan bahwa karya mereka telah dipelintir secara politis.
Presiden Erdogan menyebut kartun tersebut sebagai “kejahatan kebencian Islamofobia.” Dalam pidato yang disiarkan televisi, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan siapa pun meremehkan nilai-nilai suci bangsa. “Mereka yang menunjukkan rasa tidak hormat kepada Nabi kami dan nabi-nabi lainnya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum,” ujarnya.
Kasus ini menjadi pengingat akan keretakan lama antara negara dan media di Turki—antara kekuasaan yang bertumpu pada Islam politik dan warisan sekularisme yang dulu menjadi dasar republik. Dan LeMan, sebagai media satir, berdiri tepat di tengah pusaran itu.
Majalah ini bukan pemain baru dalam dunia kritik visual. Sejak era militer hingga awal kepemimpinan Erdogan, LeMan dikenal berani menyentil siapa saja: pejabat, ulama, bahkan militer. Tapi dalam satu dekade terakhir, ruang kritik itu semakin menyempit. Negara, yang kini mengikatkan nasionalisme dengan religiusitas, menjadi semakin reaktif terhadap satire.
Baca juga: Presiden Erdogan Kecam Majalah LeMan atas Kartun Nabi Muhammad SAW: Provokasi Keji! Menteri Kehakiman Yilmaz Tunc menyebut kartun tersebut “penghinaan terhadap keyakinan,” yang tak bisa ditoleransi. Gubernur Istanbul Davut Gul menyebutnya “serangan terhadap nilai suci bangsa.”
Unjuk rasa pun meluas. Selasa sore, kelompok bernama Platform Solidaritas Islam menggelar aksi di pusat kota Istanbul. Polisi menutup akses ke Lapangan Taksim dan Jalan Istiklal. Sekitar 300 orang menyerukan pembubaran LeMan.
Mereka lebih tenang dibanding demonstran pada malam sebelumnya, ketika sekitar 400 orang berusaha menyerbu sebuah bar yang dikenal sebagai tempat berkumpul staf majalah tersebut.
Insiden ini menunjukkan bahwa satire kini bukan hanya soal kebebasan berekspresi, melainkan soal batas yang makin kabur antara kritik dan kriminalisasi. Di tengah atmosfer politik yang makin sensitif, kartun pun bisa berubah menjadi alat yang memicu amarah massa—dan penangkapan oleh negara.
(mif)