LANGIT7.ID, Jakarta - Pada Rabu terakhir di bulan Safar muslim Indonesia biasanya menjalankan tradisi Rebo Wekasan. Salah satu amalan dalam Rebo Wekasan adalah mendirikan shalat sunnah antara Maghrib dan Isya untuk menolak bala.
Pada dasarnya, bala, musibah, bencana tidak terikat waktu dan tempat. Segala sesuatu di dunia terjadi atas kehendak Allah tanpa mengenal ruang dan waktu.
Baca Juga: Besok Hari Diturunkannya 320.000 Bala, Berikut Asal Usul Rebo Wekasan"
Tidak ada penyakit yang menular, tidak ada kematian, dan tidak kejelekan di bulan Shafar. Allah menciptakan seluruh nyawa, kemudian menetapkan kehidupan, musibah, dan seluruh rezekinya." (HR. Ahmad).
Karenanya, bukanlah kearifan bila meyakini sepenuh hati bahwa Rabu terakhir bulan Shafar atau pada hari tertentu mengandung kesialan. Lantas, bagaimana dengan hukum mendirikan shalat empat rakaat pada Rebo Wekasan?
Para ulama bersepakat bahwa ibadah yang tidak ada dalil dan tuntunannya dalam Alquran maupun hadits adalah bid'ah dan bid'ah itu sesat. Syekh Sulaiman al-Bujairimi mengatakan, hukum asal dalam ibadah apabila tidak dianjurkan, maka tidak sah.
Shalat Rebo Wekasan hukumnya haram dan tidak diperbolehkan bila shalat itu dikhususkan sebagai Shalat Rebo Wekasan. Misalnya, kita berniat
Usholli sunnatan Rebo Wekasan atau
Aku niat shalat sunnah Rebo Wekasan. Namun, bila shalat diniatkan sebagai shalat hajat atau shalat sunnah mutlak maka itu diperbolehkan.
Baca Juga: Rebo Wekasan, Tradisi Masyarakat Jawa Memasuki Bulan MaulidAl Hafidz Zainuddin Ibn Rajab Al Hanbali mengatakan, meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan thiyarah yang terlarang. Sebab, orang-orang yang meneliti biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik sebagai penolak bala, melainkan justru memerintahkan agar tidak keluar rumah dan tidak bekerja.
“Padahal itu jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah. Ada lagi yang menyibukkan diri dengan perbuatan maksiat, padahal itu dapat mendorong terjadinya malapetaka. Syari’at mengajarkan agar (kita) tidak perlu meneliti melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya,” katanya.
Dilansir NU Online, keputusan musyawarah NU Jawa Tengah tahun 1978 di Magelang menegaskan bahwa shalat khusus Rebo Wekasan hukumnya haram. Kecuali bila niat shalatnya adalah shalat sunnah mutlak atau niat shalat hajat. Pun dengan Muktamar NU ke-25 di Surabaya juga melarang shalat yang tidak ada dasar hukumnya, kecuali diniati shalat mutlak.
Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari pernah menjawab pertanyaan tentang Rebo Wekasan dan beliau menyatakan bahwa semua itu tidak ada dasarnya dalam Islam (
ghairu masyr). Umat Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya.
Baca Juga: Niat dan Cara Shalat Sunnah Hajat Rebo Wekasan serta Waktunya"Tidak boleh berfatwa, mengajak dan melakukan shalat Rebo wekasan dan shalat hadiah yang disebutkan dalam pertanyaan, karena dua shalat tersebut tidak ada dasarnya dalam syariat," kata Mbah Hasyim.
Sedangkan menurut Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds Al Makki hukumnya boleh. Dalam pandangannya, solusi untuk membolehkan shalat-shalat yang ditegaskan haram dalam nashnya para fuqaha adalah dengan cara meniatkan shalat-shalat tersebut dengan niat shalat sunah mutlak.
"Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah shalat Safar (Rebo wekasan), maka barangsiapa menghendaki shalat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati shalat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu," ucap Abdul Hamid.
Baca Juga:
Kangen Zainduddin MZ: Harmonisasi Rumah Tangga pada Kata-Kata
Kemalsyah, Perwira TNI Pandai Dakwah dan Berakhlak Karimah(asf)