LANGIT7.ID, Jakarta - Sebelum pasangan laki-laki dan perempuan menikah, ada berbagai hal yang perlu dipersiapkan agar nantinya dapat mengarungi bahtera pernikahan dengan baik. Bukan hanya sekadar materi, tetapi mental seseorang jelang pernikahan juga harus dipersiapkan dengan baik.
Kesiapan mental yang baik sebelum menikah dapat menguatkan pasangan suami istri dalam menghadapi permasalahan di rumah tangga. Karena selain indah, menikah juga menghadirkan banyak problem hidup yang mau tidak mau harus dijalani.
Pakar parenting dan konselor rumah tangga, Ustaz Cahyadi Takariawan memberikan tips yang harus disiapkan oleh calon suami maupun istri. Berikut uraiannya:
Baca Juga: Sabar dan Tenang, Ladang Pahala Suami Saat Marah ke Istri1. Kesiapan melepas kebebasan Perbedaan paling mendasar antara orang yang sudah menikah atau belum menikah. yakni apakah dirinya itu bebas atau terikat. Ketika belum menikah maka seseorang tidak memiliki ikatan tertentu. Ia hanya memiliki tanggung jawab moral kepada kedua orang tuanya.
Ketika seseorang masih sendiri, ia betul-betul menikmati kebebasan, namun pada saat menikah ia harus siap melepas kebabasan itu. Kebebasan sudah tidak dimiliki lagi oleh orang yang sudah menikah.
"Bagi yang belum menikah, nikmatilah kebebasan yang anda miliki saat ini. Kalau anda masih mau bebas jangan dulu menikah," ujar Ustaz Cahyadi, dikutip dari seminar bertema,"Menyiapkan Mental untuk Petualangan Hidup Baru", Ahad (6/2/2022).
2. Kesiapan memasuki dunia penuh tanggung jawabSiapapun yang menikah, maka dia sepenuhya bertanggung jawab kepada pasangan. Pernikahan merupakan ikatan kokoh yang disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai mitsaqan ghalidza (ikatan yang sangat kuat). Dalam konteks pernikahan, suami dan istri memiliki tanggung jawabnya masing-masing dalam rumah tangga.
Baca Juga: Selain Oki Setiana Dewi, Ini 5 Artis yang Alih Profesi Jadi Pendakwah"Sepasang kekasih yang belum menikah membayangkan bahwa menikah akan selalu indah, namun sebenarnya akan memasuki dunia penuh tanggung jawab. Suami harus bekerja mencari nafkah, istri harus menjaga anak-anak, mengurus rumah, dan sebagainya," ujar Ustaz Cahyadi.
3. Kesiapan untuk memimpin dan dipimpinRumah tangga harus memiliki seorang pemimpin, karena merupakan sebuah lembaga. Arrijalu qawwamuna 'alan nisa, laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan di dalam rumah tangga.
Namun, kepemimpinan yang diberikan kepada seorang suami tidak boleh digunakan dengan semena-mena. Karena itu Al-Qur'an memberikan koridor seorang suami dalam bergaul terhadap istrinya, yakni waasirru hunna bil ma'ruf, maknanya bergaul dengan cara yang disukai oleh istri.
"Suami yang baik itu yang dekat dengan istri. Istrinya taat kepada suami karena memang layak untuk ditaati, bukan karena sekadar kewajiban normatif," ujar Ustaz Cahyadi.
Ia melanjutkan, seorang pemimpin juga harus memberikan contoh dan teladan kepada yang dipimpinnya. Seorang suami harus mengarahkan istri dan anak-anaknya kepada jalan kebaikan.
Baca Juga: Azim Premji, Miliarder Muslim Terkaya di Asia yang DermawanSebaliknya, seorang istri harus siap dipimpin. walaupun seorang istri bekerja di luar sebagai seorang pimpinan, namun ketika di rumah tangga dia adalah seorang istri.
"Setinggi apapun jabatan seorang istri di luar, saat di dalam rumah, dia adalah partner bagi suaminya," katanya.
4. Kesiapan menafkahi dan mengelola keuanganMenurut Ustaz cahyadi, laki-laki yang akan menikah mentalnya harus siap mencukupi nafkah istri. Seorang istri boleh bekerja, tapi jangan dijadikan sebagai andalan oleh suaminya.
"Bila laki-laki menggantungkan hidup kepada istrinya, itu namanya tidak siap mental," ujarnya.
Sementara bagi istri, mental yang harus disiapkan adalah mengelola keuangan keluarga dengan sebaik-baiknya. Apabila seorang istri bekerja, maka uang yang dihasilkan menjadi miliknya. Tetapi sebagai istri yang baik tentu ia akan berunding dengan suaminya bagaimana mengelola uang itu.
Baca Juga: Kartika Putri hingga Puput Melati, Ini 5 Artis yang Menikah dengan Ustadz"Tentang bagaimana mengelola keuangan, hendaklah itu dibicarakan sejak masa ta'aruf, siapa saja yang bekerja, kemudian siapa yang mengelola keuangan rumah tangga. Karena masalah keuangan sangat sensitif," ujarnya.
Ustaz Cahyadi menjelaskan dalam Islam tidak ada ketentuan siapa yang harus mengelola keuangan, jadi bisa dibicarakan siapa yang akan mengelola, baik itu suami maupun istri atau keduanya, asalkan ada kerelaan dari kedua belah pihak.
5. Kesiapan melaksanakan peran dalam rumah tanggaSetelah menikah, laki-laki dan perempuan harus siap melaksanakan berbagai peran, baik sebagai suami, sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai ayah. Di saat yang sama ada peran sebagai anak dan peran sebagai menantu.
Ustaz Cahyadi mengatakan, hal itu terkadang menimbulkan konflik. Biasanya konflik terjadi antara menantu dan mertua, dan yang paling banyak pada menantu perempuan dengan ibu mertua.
Baca Juga: Buya Yahya: Ini Cara Indah Islam Berantas Perbudakan"Setelah menikah, baik orang tua kita maupun orang tua pasangan, harus kita hormati. Tidak boleh seorang laki-laki beranggapan ia adalah miliknya ibu, sedangkan istri miliknya suami," katanya.
Ustaz cahyadi menjelaskan, memang ada hadis yang mengatakan surga laki-laki (suami) ada di telapak kaki ibu, sedangkan surganya istri ada di telapak kaki suami. Walaupun demikian terjemahan hadis tersebut tidak lantas dipahami seorang suami harus memilih ibu dan menelantarkan istrinya.
"Dalam hal ini penting komunikasi agar semua bisa dibicarakan dengan baik," ujarnya.
Baca Juga: Fotografer Kerajaan Ungkap Keinginan Putri Diana Belajar Islam(zhd)