LANGIT7.ID, Jakarta - – Siapa yang tidak suka dengan hidangan makanan ala Padang. Menu kuliner ini identik dengan santan dan sambal ijo. Masakan Padang mampu memanjakan lidah para penikmatnya.
Dari sekian banyak rumah makan dan restoran yang menyajikan masakan Padang, ada satu yang paling menonjol, yaitu Restoran Sederhana. Dengan logo berbentuk atap Rumah Gadang ala masyarakat Minang, Restoran Sederhana kini memiliki banyak cabang hampir di seluruh daerah di Indonesia, bahkan kini cabangnya sudah sampai ke Malaysia.
Manajemen yang diterapkan Bustaman, pemilik Restoran Sederhana ini juga cukup unik. Ia menerapkan konsep naik bersama dan tumbuh bersama.
Di mana pada awalnya restoran ini dibuka, ia menjadikan karyawannya sebagai mitra perusahaan. Sebagai gambaran, dari 100 persen keuntungan, 50 persennya diberikan kepada karyawan. Sementara Bustaman mendapatkan sisanya, atau 15 persen dari bagi hasil kepada investor apabila terdapat penyumbang dana.
Perhitungannya pun berbeda-beda. Karyawan akan diberikan pembayaran disesuaikan dengan tugas pokok spesifik masing-masing, yang dikalkulasikan dengan laba bersih setiap per dua bulan saat pembukuan.
Sehingga, setiap karyawan Restoran Sederhana memiliki mental sebagai seorang pebisnis. Di mana sebagai mitra, mereka akan tergerak untuk melakukan kontrol internal terhadap karyawan yang melakukan kecurangan untuk menghindari kerugian.
Dari sini, karyawan akan termotivasi untuk semangat bekerja. Bukan hanya mengharapkan gaji bulanan, tapi juga memiliki hasrat untuk memajukan perkembangan restoran.
Masalah Hidup dan BisnisNamun siapa sangka, keberhasilan membangun bisnis Restoran Sederhana ini, ternyata Bustaman memiliki pengalaman yang menyedihkan. Kehidupan Bustaman pernah merana. Ia yang hanya lulusan kelas 2 di Sekolah Rakyat atau setara Sekolah Dasar ini menghabiskan separuh hidupnya dengan bekerja serabutan.
Muslim kelahiran Sumatera Barat 79 tahun ini harus putus sekolah karena keterbatasan biaya. Dari situ ia mulai melakukan apa pun untuk bisa bertahan hidup.
Ketika usianya menginjak 12 tahun, ia ikut merantau bersama ayahnya ke Riau, dengan harapan bisa melanjutkan pendidikannya. Namun nasib berkata lain, karena biaya menjadi persoalan utama dalam hidupnya, harapannya pun kandas dan ia memutuskan untuk membantu ayahnya mendedes pohon karet.
Mencari kehidupan lebih baik, pada 1955 Bustaman remaja kembali merantau ke daerah Jambi, di sana ia mulai bekerja serabutan dengan menjadi pedagang asongan, kernet angkot, dan tukang cuci piring di sebuah restoran.
Setelah dua tahun menikah dan memiliki seorang anak, Bustaman yang piatu sejak usia enam tahun ini, kembali memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Di sinilah perjalanan hidup dan karir bisnis Restoran Sederhana dimulai.
Kala itu, ia hanya membuka sebuah warung kelontongan menjual rokok, yang ditunggu bersama anak istrinya. Bahkan ia mengaku, anaknya pun besar di dalam sebuah warung kecil tempatnya berdagang.
Setelah berjalan beberapa tahun, Bustaman yang memutuskan pindah lokasi karena beberapa persolan akhirnya berpikir untuk bisa memiliki penghasilan lebih untuk bisa bertahan hidup. Sehingga ia menyulap kios rokoknya menjadi sebuah kedai makanan kecil dengan tambahan terpal. Warung makan kecil ini ia beri nama Sederhana disesuaikan dengan kondisinya saat itu.
Ia sempat teringat dulu ketika di Jambi menjadi tukang cuci piring di sebuah restoran. Doanya ia panjatkan ketika teringat pemilik restoran saat itu yang hidup berkecukupan dari sebuah restoran.
Restoran Sederhana Mulai DipatenkanPada 1997, ketika warung makan Padang Sederhana sudah cukup mendapatkan pasar yang tinggi. Ia mulai mematenkan nama tersebut menjadi Restoran Sederhana.
Ketika kesuksesan menghampirinya pun, ia tidak lupa untuk terus membagikan ilmu kepada karyawannya. Tidak jarang juga karyawan memutuskan untuk keluar dan membuka usahanya sendiri.
Ia berprinsip, untuk bisa terus maju dan berkembang, maka perlunya memberikan manfaat kepada orang lain. Bahkan, Bustaman justru bangga ketika melihat karyawannya bisa mandiri dan sukses.
(zul)