LANGIT7.ID - , Jakarta - Akhir-akhir beberapa wilayah di Indonesia merasakan udara dingin, salah satunya di
Yogyakarta. Fenomena udara dingin menjadi penanda masuk musim kemarau.
Pakar iklim Universitas Gadjah Mada, Dr. Emilya Nurjani, M. Si., mengatakan dalam istilah Jawa, fenomena hawa dingin disebut juga dengan
bediding. Di mana suhu udara menjadi lebih dingin setelah tengah malam hingga pagi hari saat masuk
musim kemarau.
Baca juga: Fenomena Bulan Hitam di Indonesia, Waspada Naiknya Pasang Laut“Fenomena ini memang sepertinya menandai masuknya musim kemarau di suatu wilayah," ujar Emilya seperti dikutip dari laman resmi UGM, Senin (30/5/2022).
Menurut Emilya, kondisi ini merupakan
fenomena alam yang biasa terjadi di saat musim kemarau. Khususnya di beberapa wilayah yang mempunyai pola hujan monsunal. Atau wilayah yang puncak hujannya terjadi di sekitar Desember-Februari dan kemarin di bulan Agustus sampai September.
“Wilayah hujan monsunal meliputi Lampung, Sumatera, Selatan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara," katanya.
Emilya menambahkan, fenomena hawa dingin yang terjadi di musim kemarau ini saat kondisi langit cerah tanpa awan atau tanpa sedikit awan. Akibatnya radiasi matahari yang diterima bumi besar sehingga suhu di siang hari meningkat atau lebih panas.
Selain itu, pelepasan radiasi bumi di malam hari juga menjadi lebih besar dan banyak karena tidak ada awan yang menghalangi. Sehingga menyebabkan suhu berkurang yang akhirnya menghasilkan suhu lebih dingin selepas tengah malam hingga pagi hari.
“Fenomena ini akan terjadi pada saat musim kemarau dan mencapai puncaknya pada saat puncak musim kemarau," jelasnya.
Bahkan, di dataran tinggi Dieng, kondisi ini bisa menyebabkan suhu udara mencapai minus. Kemudian akan ada fenomena embun upas atau embun es yang biasa disebut
tropical frost. Baca juga: Fenomena Gelombang Panas, Suhu di India Capai 45 Derajat CelciusFenomena embun es tersebut menimbulkan kerusakan pada tanaman kentang yang berumur muda. Kondisi ini jelas merugikan petani di wilayah tersebut.
Berbeda halnya di wilayah-wilayah lain, di mana fenomena ini memunculkan dampak kesehatan akibat perubahan suhu yang sangat mencolok pada siang panas dan malam hari dingin.
“Pernah tercatat di Sleman mencapai 14 derajat dan di daerah Dieng minus satu. Kondisi semacam ini tentunya harus disiapkan, di antaranya menjaga kondisi tubuh, berolahraga yang sesuai, dan mengkonsumsi cairan yang cukup," tandasnya.
(est)