Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 30 Oktober 2025
home edukasi & pesantren detail berita

Perbedaan Waktu Idul Adha, Ikut Pemerintah atau Arab Saudi?

Muhajirin Jum'at, 01 Juli 2022 - 14:50 WIB
Perbedaan Waktu Idul Adha, Ikut Pemerintah atau Arab Saudi?
ilustrasi (langit7.id/istock)
LANGIT7.ID, Jakarta - Waktu Hari Raya Idul Adha 1443 H di Indonesia dan Arab Saudi mengalami perbedaan. Pemerintah Indonesia memutuskan Idul Adha jatuh pada 10 Juli 2022, sementara jemaah haji di Arab Saudi wukuf di Arafah pada 8 Juli 2022 dan ber-Idul Adha sehari setelahnya.

Perbedaan Ini menjadi tanda tanya bagi sebagian masyarakat di Indonesia, apakah ikut pemerintah atau Arab Saudi tempat dilaksanakannya Ibadah Haji?.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya, mengatakan, perbedaan penetapan Hari Raya Idul Adha bukan hal baru dan sudah sering terjadi. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan penetapan 1 Dzulhijjah.

"Menetapkan tanggal 1 bulan Ramadhan atau bulan lainnya yaitu dengan hilal, rukyatul hilal, melihat rembulan. Atau yang menggunakan hisab, ada, ada hitungannya," kata Buya Yahya di Al-Bahjah TV, dikutip Jumat (1/7/2022).

Baca Juga: Beda dengan Muhammadiyah, Pemerintah Tetapkan Idul Adha 10 Juli 2022

Ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Mazhab Maliki dan beberapa mazhab lain seperti Mazhab Hanafi dan Hambali menetapkan jika tanggal 1 bulan hijriyah ada di suatu tempat, maka tempat lain boleh menyeragamkan tanggal 1 itu.

"Jadi tidak ada perbedaan mutlak, tidak ada perbedaan tanggal. Misalnya di Indonesia sudah terlihat hilal tanggal 1, maka dunia semua boleh mengikuti. Ini pendapat Imam Malik," tutur Buya Yahya.

Mazhab Syafi'i juga memiliki pandangan tersendiri terkait hal ini. Imam Syafi'i berpendapat, tanggal satu mengikuti hilal di suatu tempat.

"Dalam Mazhab Syafi'i ada perbedaan mutlak. Rembulan dilihat, tempat keluarnya rembulan, jika sebuah wilayah terlihat rembulan berbeda, malah berbeda juga tanggal satunya," ucap Buya Yahya.

Berdasarkan pendapat Imam Syafi'i, perbedaan penetapan tanggal satu bulan Hijriyah sangat memungkinkan. Jika Arab Saudi sudah nampak hilal, sementara Indonesia belum, maka terjadilah perbedaan penetapan tanggal satu.

Dia menjelaskan, orang yang berada di Arab Saudi saat jamaah haji wukuf di Arafah, maka sudah boleh Puasa Arafah. Tapi, orang yang berada di Indonesia tetap mengikuti penetapan tanggal 9 Dzulhijjah dari pemerintah. Bukan merujuk pada penetapan tanggal qamariyah di Arab Saudi.

Lalu, bagaimana menyikapi perbedaan itu?

Buya Yahya menjelaskan,ada dua pendapat dua ulama besar. Jika Indonesia mau mengikuti penetapan 1 Dzulhijjah Arab Saudi, maa tetap sah menurut pendapat Mazhab Maliki.

Dengan begitu, puasa dan penyembelihan hewan kurban ikut bersama-sama dengan Arab Saudi. Itu sah secara fikih.

"Secara fikih ini sah, jangan ada yang mengatakan ini salah," ungkap Buya Yahya.

Namun, jika mengikuti pendapat Mazhab Syafi'i, maka puasa Arafah dan penyembelihan hewan kurban tetap mengikuti keputusan dari Pemerintah Indonesia. Bukan mengikuti Arab Saudi.

"Kalau ternyata kita mengikuti mazhab Imam Syafi'i,karena tanggal sembilannya besok, maka besok puasa Arafah, kemudian kurbannya keesokan harinya. Berarti mundur sehari. Sementara hari esok bagi orang Saudi tidak boleh berpuasa. Ini dalam Mazhab Syafi'i," ucap Buya Yahya.

Dia menyimpulkan,secara fikih setiap umat Islam boleh memilih. Sebab, dua pendapat itu merupakan pandangan ulama besar.

Mengutamakan Kemaslahatan Umat

Buya Yahya menjelaskan,secara fikih boleh memilih. Namun, jika membahas fikih dalam konteks yang lebih besar lagi, yakni kemaslahatan umat, maka dikembalikan kepada hakim atau pemerintah lebih baik.

Jika pemerintah sudah memutuskan Hari Raya Idul Adha, maka umat Islam dianjurkan mengikuti keputusan tersebut. Meskipun, secara individu berbeda mazhab dengan pemerintah.

Jika setiap lapisan masyarakat sejalan dengan pemerintah, maka perbedaan itu bisa dihindari.

Jika pemerintah ikut penetapan Idul Adha ala Arab Saudi, maka itu benar menurut pendapat Mazhab Maliki. Jika punya metode sendiri, maka itu juga benar menurut pendapat Mazhab Syafi'i.

Baca Juga: Perbedaan Waktu Idul Adha, DPR: Umat Jangan Sampai Terpecah-belah

"Yang enggak benar yang meributkan dan menyalahkan. Tinggal kita mengikuti pemerintah saja. Jika pemerintah mengikuti madzhab Imam Malik, kita ikut. Jika pemerintah mengambil Mazhab Imam Syafi'i, maka kita juga ikut," ucap Buya Yahya.

Perbedaan dalam pandangan fikih sudah ada sejak dulu. Namun, jika kedua pendapat fiqih itu sama-sama benar, maka lebih baik ikut pemerintah, karena bertujuan syiar persatuan.

"Jika sebuah perbedaan sama-sama benar dalam fikih, kalau seorang hakim pemerintah sudah mengambil, anda tidak boleh mendahului, anda tidak boleh berbeda," tutur Buya Yahya.

(jqf)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 30 Oktober 2025
Imsak
03:59
Shubuh
04:09
Dhuhur
11:40
Ashar
14:54
Maghrib
17:49
Isya
19:00
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan