LANGIT7.ID, Jakarta - Ketua Umum PP
Muhammadiyah,
Haedar Nashir, menegaskan, Indonesia merupakan rumah besar bagi masyarakat Indonesia yang beragam. Maka itu, dia menilai negara tidak perlu condong ke mazhab tertentu karena bisa membahayakan kemajemukan yang selama ini menjadi mozaik bangsa Indonesia.
Haedar mengatakan, Indonesia dibangun di atas fondasi persatuan. Indonesia menjadi negara dengan kemajemukan yang tinggi, sehingga perbedaan pandangan agama adalah yang wajar.
Dalam tatanan beragama, khususnya agama Islam, Haedar menilai negara juga harus menerapkan pola yang sama. Tak perlu condong ke mazhab tertentu. Tugas negara merangkul semua golongan.
Baca Juga: UFS: Pentingnya Toleransi Sesama Muslim Jaga Ukhuwah Islamiyah
Perbedaan pandangan Dalam hal
furu'iyah (cabang) adalah hal yang biasa saja. Selama bukan perbedaan di bidang akidah, maka bisa hidup saling ber-tasamuh (toleransi). Tidak boleh saling menyesatkan dan merasa kelompoknya paling benar dan yang lain salah.
“Apalagi ada yang merasa mazhabnya besar dan kuat, lalu ingin menguasai seluruh umat, ingin menguasai negara. Itu tidak betul, baik tidak betul dari segi ukhuwah, juga tidak betul dari segi ketatanegaraan,” kata Haedar melalui keterangan tertulis, Selasa (1/11/2022).
Guru Besar Sosiologi itu menjelaskan, tidak boleh ada satu golongan memaksakan mazhabnya agar dianut semua masyarakat. Hal seperti itu hanya mementingkan kelompok sendiri. Sementara, Indonesia adalah milik bersama. Itu merupakan makna dari persatuan Indonesia dan makna dari gotong-royong.
Baca Juga: Pemerintah Tak Perlu Terlibat Masalah Perbedaan Pemahaman Keagamaan
Dia lalu mengajak seluruh umat Islam ataupun komunitas hingga organisasi Islam untuk menghindari sikap eksklusif. Setiap umat Islam harus bergaul dengan siapapun, beramal shalih, dan tidak merasa paling benar apalagi ingin menguasai orang lain.
“Jangan sering bicara gotong-royong, persatuan atau ukhuwah, lalu bicara tentang Pancasila, kebhinekaan tapi sifatnya, wataknya, praktiknya eksklusif. Eksklusif itu tadi merasa paling benar, paling kuat, paling besar lalu menyalahkan yang lain dan merasa Indonesia itu sebagai miliknya,” ujar Haedar.
(jqf)