LANGIT7.ID, Jakarta - Direktur Pusat Hukum dan HAM LP3ES, Herlambang P. Wiratraman, menilai lembaga hukum di Indonesia belum ideal dalam melindungi warga negara.
“Posisi negara hukum Indonesia memperlihatkan perlindungan warga negara masih jauh ideal,” kata Herlambang dalam webinar Ritual Oligarki Menuju 2024, dikutip Selasa (31/1/2023).
Dia menjelaskan, realitas dari waktu ke waktu sepanjang 2022 tidak ada yang mengejutkan. Hal itu terlihat dari peraturan yang dibuat. Refleksi tersebut dapat dilihat pada tiga poin utama.
Baca Juga: Respons Kedubes Swedia Soal Pembakaran Al-Quran Rasmus Paludan
Pertama, pembentukan hukum semakin otokratis. Kedua, penegakan hukum bagaimana hukum bekerja. Ketiga, pelanggaran HAM dan Impunitas. Sepanjang 2022, ada beberapa produk hukum yang akan besar dampaknya, misalnya RKUHP dan UU Cipta Kerja.
“Dari refleksi tersebut ada begitu banyak pasal-pasal yang justru akan mengancam kebebasan sipil,” ucap Herlambang.
Pembatasan yang digunakan seakan-akan tepat, namun tidak menjawab permasalahan mendasar. Herlambang mencontohkan pasal yang mengatur kritik terhadap presiden dan lembaga pemerintah.
Baca Juga: Aktivis Politik Serukan Anak Muda Boikot Produk Swedia
Dari sisi penegakan hukum refleksi 2022, ada beberapa kasus yang dapat dilihat kurangnya perlindungan hukum kepada masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari kasus wadas yang diindikasikan ada serangan yang sistematis dan terencana.
“Peristiwa tersebut juga memperlihatkan birokrasi menyumbang pembusukan pada negara hukum,” kata Herlambang.
Selain itu, sejumlah peristiwa HAM yang terjadi. Banyak yang tertutup dengan peristiwa besar lain. Misalnya, peristiwa anak-anak muda yang dipenjara dengan tuduhan yang tidak mereka lakukan.
Baca Juga: PKS Dukung Anies Baswedan Sebagai Capres 2024 “Peristiwa ini menjadi potret dimana hukum tidak bekerja secara adil,” ungkap Herlambang.
Menurut Herlambang, refleksi akhir dari situasi 2022 guna melihat situasi di tahun 2023 kurang lebih akan serupa. Kekerasan, impunitas, dan lemahnya penegakan hukum dan HAM menjadi warna dominan sepanjang 2022. Hal itu sebagai salah satu akibat dari melemahnya demokrasi.
Pada waktu yang sama, pembentukan hukum merefleksikan menguatnya karakter legalisme otokratis. Pengesahan KUHP dan UU Cipta Kerja menjadi penanda yang sangat kuat.
Baca Juga: Elemen Umat Islam Unjuk Rasa Bela Al-Quran di Depan Kedubes Swedia
“Sementara itu, penegakan hukum dan HAM yang tidak serius, paralel dengan lumpuhnya penopang perlindungan hak-hak dasar warga, tak terkecuali lemahnya politik hukum kekuasaan untuk memangkas mata rantai impunitas,” pungkas Herlambang.
(jqf)