LANGIT7.ID, Jakarta -  Ekonom Senior INDEF, Prof Didik J Rachbini, mengungkap fenomena memprihatinkan di Indonesia. Lapangan kerja sulit, akan tetapi 
Tenaga Kerja Asing (TKA) Cina sangat banyak masuk ke Tanah Air.
Menurutnya, keputusan politik untuk ekonomi sangat penting dan berpengaruh besar terhadap kelangsungan ekonomi nasional. Bisa dikatakan, 90 persen dari ekonomi adalah politik dan politik adalah ekonomi dalam persentase yang sama. 
“Kebijakan ekonomi penting untuk mengantisipasi dampak makro dari krisis global, yang paling utama adalah mengatasi dampak negatifnya berupa pengangguran yang meningkat pesat,” kata Didik dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Baca Juga: UMKM Berperan Dorong Perekonomian Lokal dan Serap Tenaga KerjaDia menegaskan, pengangguran yang meningkat pesat harus diperhatikan sebagai hal yang penting luar biasa. Menurut dia, satu anggota keluarga menganggur dalam keluarga dengan ekonomi sederhana, maka sudah menjadi “kiamat”. Apalagi, jika keluarga itu tidak punya asuransi dan tabungan.
“Maka bayangkan jika tingkat pengangguran suatu negara mencapai 7 persen dan pasti akan menjadi masalah sosial politik,” kata Didik.
Oleh karena itu, Didik meminta Badan Anggaran DPR sensitif anggaran dan pengaruhnya terhadap kesempatan kerja dan hasilnya terhadap penyelesaian pengangguran. Dia mencontohkan tidak sensitifnya Banggar DPR terhadap kesempatan kerja 
Baca Juga: Ma'ruf Amin Minta Pemerintah, Pengusaha, dan Buruh Perbarui Komitmen Bersama“Isu TKA China yang masuk ke Indonesia, yang menjadi kerisauan rakyat banyak. Padahal banyak sekali warga negara Indonesia yang masih menganggur. Setiap anggaran yang diputuskan selayaknya diukur hasilnya terhadap pengurangan pengangguran. Jangan dibiarkan anggaran lepas tanpa hasil untuk memperluas kesempatan kerja,” ungkap Didik.
Menurut dia, perlu diperhatikan lagi masalah pentingnya restrukturisasi ekonomi ke depan. Pada era 1988 industri Indonesia bisa tumbuh dua digit atau 10-12 persen. Namun, sekarang hanya tumbuh 4 persen. 
“Persoalan kita adalah bagaimana bisa mengangkat pertumbuhan menjadi 6-7 persen dengan sektor utamanya, yakni sektor industri hanya tumbuh 4 persen. Tidak mungkin janji kampanye ekonomi tumbuh 7 persen dengan sektor industri yang lemah,” tutur Didik.
Baca Juga: Batik Ciprat Kinarsih, Serap Tenaga Kerja dari Penyandang DisabilitasHilirisasi yang dikumandangkan Presiden Jokowi bagus. Itu yang diperlukan, tetapi sepertinya sudah terlambat. Itu karena seharusnya dilaksanakan pada awal periode pertama kabinetnya (2015-2016). Pada saat itu pertumbuhan industri nasional berkisar 4-5 persen saja. 
“Oleh karenanya untuk mendorong agar industri bisa meningkat, maka badan anggaran DPR RI hendaknya juga memberi masukan ke pemerintah soal pentingnya inovasi di Industri kita, terutama teknologi agar industri dan inverstasi berkualitas dan bernilai tambah tinggi,” ucap Didik.
(jqf)