LANGIT7.ID-, Jakarta- -  
Muhammadiyah disebut menjadi organisasi massa (ormas) sangat kaya. Kekayaan fantastis Muhammadiyah berasal dari zakat, infak, waqaf, hadiah dan hibah.
Mengutip postingan 
@indonesiamengaji.id, aset tanah yang dimiliki Muhammadiyah mencapai 21 juta meter persegi. Jumlah itu setara 30 kali negara Singapura.
Di atas tanah puluhan juta meter tersebut berdiri 11.000 masjid, 7.000 sekolah dan perguruan tinggi, 765 bank perkreditan syariah, 440 pesantren, ratusan panti asuhan, dan rumah sakit serta klinik.
Baca juga:
Ideologi Politik Muhammadiyah, Perjuangkan Urusan Kebangsaan di Bawah Bendera NKRI"Dari sekian banyak aset itu, tak sejengkal pun atas nama pribadi-pribadi tertentu. Seluruhnya atas nama persyarikatan," tulis dalam unggahan tersebut.
Kendati menjadi ormas sangat kaya, namun banyak pemimpin dan pengurus Muhammadiyah hidup dalam kesederhanaan. "Karena kesederhanaan adalah salah satu akhlak Islam yang dicontohkan oleh Nabi," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Ali Mu'ti kepada 
Langit7.Id, Sabtu (13/5/2023).
Dia menambahkan, kesederhanaan juga merupakan akhlak Islam yang menjadi kepribadian dan kultur Muhammadiyah. Kesederhanaan dimaknai sebagai kebersahajaan.
Mu'ti menjelaskan, yang menjadi inti kebersahajaan adalah, 
pertama, merasa bersykur atas anugerah dalam bentuk apapun dan jumlah berapapun; 
kedua, merasa cukup dengan apa yang dimiliki; dan 
ketiga, berusaha untuk menderma dan berbagi rezeki yang dipunya.
Baca juga:
MUI Bentuk Tim Gabungan Sikapi Salam Ala Yahudi di Al-Zaytun"Salah satu yang menjadi kekuatan Muhammadiyah adalah ada di tiga prinsip tersebut," sambungnya. Sehingga tidak mengherankan jika ada survei yang menyebut Muhammadiyah sebagai lembaga paling dermawan di Indonesia.
Menurut Abdul Mu'ti, ada yang menyebut kultur di Muhamamdiyah sebagai volunterisme atau keihlasan. Misalnya ada anggota atau pengurus tak digaji, namun malah rela berkorban untuk sesama dan memberi pelayanan yang bermanfaat.
Karenanya, dengan prinsip itu banyak masyarakat, termasuk di luar Islam yang memercayakan filantropinya melalui Muhammadiyah dan Aisyah. "Keberlangsungan filantropi itu terjadi karena tidak atas nama individu, melainkan organisasi. Sehingga tidak ada kerancuan," tandasnya.
(ori)