LANGIT7.ID-, Jakarta- - Kementerian Agama (Kemenag) RI menggelar Deklarasi JDPMB (Jaringan Diaspora Penggerak Moderasi Beragama) secara serentak yang diikuti 90 perwakilan mahasiswa Indonesia di berbagai negara.
Para mahasswa itu berasal dari Arab Saudi, Turkiye, Mesir, Taiwan, Filipina, Malaysia, Inggris, Belanda, Amerika, Singapura, Jerman, dan lain-lain.
JDPMB merupakan komunitas berjejaring para awardee atau dosen yang berada di luar negeri dalam rangka pengarusutamaan moderasi beragama terhadap para diaspora Indonesia.
Jaringan ini juga merupakan upaya nation branding Indonesia di Luar negeri terutama dalam bidang keberagamaan dan kerukunan antar umat beragama.
Baca juga:
Pembacaan 1 Miliar Shalawat Nariyah di Malam Hari Santri, Begini CaranyaJaringan ini juga dibentuk untuk membangun ketahanan dan kemampuan para mahasiswa awardee dalam turut serta mencegah dan menangkal adanya paham-paham ekstrem transnasional yang dapat mengancam ideologi bangsa.
Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Kemenag RI, Prof Ahmad Zainul Hamdi mengajak para mahasiswa Indonesia di luar negeri untuk menjaga moderasi dalam beragama.
Hal ini tidak hanya untuk mencegah perkembangan terorisme di luar negeri namun juga menjadi nation branding (perwajahan bangsa) bagi Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim yang terus menjunjung tinggi perdamaian.
Prof Inung, sapaan hangatnya, menyebut praktik keberagaamaan secara moderat merupakan isu yang sangat penting dan strategis dalam rangka mencegah adanya kebencian atau cara pandang dengan sentimen negatif terhadap kelompok-kelompok dengan keyakinan yang berbeda.
“Benih-benih intoleransi yang tumbuh dari kebencian tersebut berpotensi melahirkan perilaku-perilaku yang diskriminatif. Selanjutnya, sikap diskriminasi menjadi dasar bagi berkembangnya rasisme, seksisme, radikalisme, ekstremisme, dan pada tingkat tertentu terorisme,” tegasnya.
Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag RI, Prof. Muhammad Ali Ramdhani mengajak diaspora Indonesia di luar negeri untuk membangun sikap-sikap yang menerima segala perbedaan karena hal itu merupakan sunnatullah.
“Tidak adanya toleransi dalam perbedaan akan menyebabkan segregasi dalam bermasyarakat. Moderasi beragama bukanlah upaya pendangkalan agama, melainkan justru pendalaman agama. Semakin dalam pemahaman agama seseorang, semakin dalam pula toleransi terhadap perbedaan,” tegasnya.
Sementara Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN, Dr Aji Sofanudin mengatakan, moderasi beragama merupakan pilihan yang tepat dan selaras dengan jiwa Pancasila di tengah adanya gelombang ekstremisme di berbagai belahan dunia.
Sedangkan Ketua PBNU dan juga Dekan Fakultas Islam Nusantara (Unusia) Dr. Ahmad Suaedi menyinggung transformasi Islam Indonesia dalam trend global, mencari penjelasan moderasi beragama di ruang publik.
“Meskipun mayoritas berpenduduk Muslim, Indonesia merupakan negara yang moderat karena tidak menjadikan agama tertentu sebagai basis ideologi atau identitas, seperti Malaysia atau Brunei Darussalam.” jelas cendekiawan muslim ini.
Berikut 6 poin pernyataan:
Pertama, Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Kedua, Setia kepada Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Ketiga, Siap menguatkan toleransi untuk kerukunan umat beragama dengan menjaga citra Indonesia di luar negeri.
Keempat, Siap melawan intoleransi, radikalisme, terorisme dan separatisme untuk menjaga keutuhan NKRI.
Kelima, Siap mencegah dan menangkal adanya paham-paham ekstrem transnasional yang dapat mengancam ideologi bangsa,
Keenam, Siap berkontribusi, berbakti dan bertanggung jawab untuk kepentingan bangsa Indonesia.
(ori)