LANGIT7.ID-, Jakarta- - Pada perdagangan sore ini, rupiah ditutup melemah tipis sebesar 1 poin di level Rp15.526 setelah sebelumnya sempat melemah hingga 55 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp15.525. Namun, untuk perdagangan besok, mata uang rupiah diprediksi akan fluktuatif dan cenderung menguat di rentang Rp15.450 hingga Rp15.550. Pergerakan ini mencerminkan respons pasar terhadap dinamika internal dan eksternal yang mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi beberapa sentimen. Dari sisi domestik, Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi yang relatif stabil di tengah ketidakpastian global dan tingginya tensi geopolitik. Hingga akhir Juli 2024, rasio utang Indonesia turun menjadi 38,68% dari produk domestik bruto (PDB), jauh di bawah batas aman yang ditetapkan sebesar 60% sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
"Utang Indonesia masih relatif terjaga, meskipun ruang fiskal dan moneter di banyak negara semakin menyempit akibat ketidakpastian global," ujar Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, dalam keterangan resmi, Selasa (3/9/2024).
Lebih lanjut, Indonesia berhasil mempertahankan posisi utangnya di tengah lonjakan utang global yang signifikan. Di negara-negara maju, utang melonjak dari 70% menjadi 112% dari PDB, sementara di negara berkembang naik dari 47% menjadi 71% paska pandemi. Kondisi ini mencerminkan kemampuan Indonesia untuk mengelola kebijakan fiskal dengan hati-hati, yang pada gilirannya berkontribusi terhadap stabilitas rupiah. Meski begitu, inflasi global dan kenaikan suku bunga di berbagai negara tetap menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.
Namun, di sisi global, ketidakpastian terus membayangi pasar. Investor saat ini tengah menunggu laporan pekerjaan AS yang akan dirilis pada hari Jumat. Laporan ini diantisipasi akan memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan moneter Federal Reserve, terutama setelah Ketua Fed Jerome Powell mengisyaratkan pergeseran fokus dari inflasi ke pencegahan pengangguran.
"Pasar fokus pada laporan pekerjaan AS yang akan dirilis Jumat ini, yang diperkirakan akan sangat mempengaruhi kebijakan moneter Federal Reserve," lanjut Ibrahim Assuaibi.
Saat ini, peluang untuk pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin adalah 33%, dengan pengurangan seperempat poin telah diantisipasi. Sentimen pasar cenderung memperhitungkan pemotongan suku bunga yang lebih kecil, mencerminkan keyakinan bahwa Federal Reserve akan berhati-hati dalam mengambil langkah kebijakan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Kemudian, kekuatan dolar AS yang mencapai level tertinggi sejak 20 Agustus juga menjadi perhatian. Peningkatan imbal hasil Treasury jangka panjang ke titik tertinggi sejak pertengahan Agustus mengindikasikan bahwa pasar telah memperhitungkan potensi pemotongan suku bunga yang lebih kecil. Meskipun data inflasi terakhir menunjukkan adanya kemungkinan moderasi dalam pelonggaran kebijakan moneter Fed, hasil laporan pekerjaan yang akan datang masih akan sangat menentukan arah dolar AS ke depan.
Ketegangan geopolitik dan perang di berbagai negara juga mempengaruhi kondisi pasar global. Disrupsi akibat perang meningkatkan inflasi dan memicu lonjakan harga komoditas, yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2024 hanya akan mencapai 3,2%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, dan diperkirakan tumbuh 3,3% pada 2025, sama seperti tahun 2023.
Secara keseluruhan, rupiah berada di bawah tekanan akibat faktor eksternal seperti kebijakan moneter AS dan ketegangan geopolitik global, namun masih menunjukkan ketahanan relatif berkat pengelolaan fiskal domestik yang prudent. Pasar kini menunggu hasil laporan pekerjaan AS untuk mendapatkan kepastian lebih lanjut tentang arah kebijakan moneter Federal Reserve.
(lam)