LANGIT7.ID, Parepare - Menjadi pelaut merupakan prestasi yang sudah sepatutnya dibanggakan. Apalagi, penghasilan sebagai pelaut terbilang wah bagi banyak orang.
Pelaut atau yang sering disebut sebagai Anak Buah Kapal (ABK) terbagi menjadi beberapa bagian tugas di departemen masing-masing. Misalnya, perwira departemen mesin, perwira departemen dek, dan ratings.
Masing-masing tugas tersebut memiliki tingkat risikonya tersendiri. Namun, terlepas dari itu semua, seorang pelaut akan mendapatkan besaran gaji berdasarkan tingkat risiko dan pengalamannya, seperti jurumudi tingkat pemula yang akan memperoleh gaji hingga Rp26 juta perbulan.
Terbilang cukup fantastis bagi pemula. Namun, hal itu tidak menjadikan pelaut asal Parepare, Sulawesi Selatan, untuk berani membuang jangkarnya di kampung halaman.
Ikrar harus memutuskan mundur sebagai pelaut setelah melakoni pekerjaannya itu selama 15 tahun. Bukan tanpa alasan, keputusannya itu diambil karena ia harus fokus menjalankan bisnis keluarga Cafe and Resto Teras Empang di Parepare.
Teras Empang, tadinya merupakan sepetak lahan yang bisa dikatakan sebagai sebuah empang kumuh. Ikrar mengisahkan, sang pemilik empang mengaku sudah tidak sanggup jika harus mengelola empang tersebut.
Akibatnya, empang yang ditelantarkan pemiliknya itu menjadi terbengkalai, sehingga menjadi tempat yang kumuh. Di situ, pria berkaca mata ini mulai berpikir dan memiliki ide untuk mengubah empang yang terlantar untuk bisa menjadi tempat destinasi wisata.
Ikrar dan keluarganya mengubah empang tersebut sebagai wadah hiburan bagi pehobi. Ia menyulap empang terlantar itu menjadi tempat pemancingan.
Ternyata, animo masyarakat cukup baik akan hal itu. Seiring waktu tempat pemancingan yang dibukanya kian ramai didatangi oleh pemancing.
Untuk itu, ia mulai berpikir untuk bisa menghadirkan sesuatu yang bisa dinikmati pula oleh para pemancing yang datang. Ketika itu, ia mulai menghadirkan sebuah warung kopi dan bisa dikatakan strategi itu terbilang cukup berhasil.
“Ternyata, selain ngopi pengunjung juga minta agar bisa menikmati makanan di tempat ini. Akhirnya, kami coba hadirkan menu makanan yang awalnya hanya dari hasil pancingan saja, seperti ikan bandeng,” jelasnya dikanal Youtube Kisah Tanpa Batas.
Baca juga: Kena PHK Akibat Pandemi, Bertani Ubi Madu Beromzet Rp100 Juta per PanenIa mengaku, Cafe and Resto Teras Empang bisa berdiri hingga saat ini tidak semudah yang dibayangkan. Dalam perkembangannya, perlu waktu delapan tahun sejak mulai mengolah empang menjadi tempat pemancingan hingga bisa menjadi Cafe dan Resto seperti saat ini.
Konsep cafe and resto seperti sebuah kapal ini, tidak pernah direncanakan Ikrar sebelumnya. Semua terjadi dan berproses secara alami.
Selain itu, perkembangan hingga bisa menjadi Teras Empang ini pun karena ia selalu berusaha menghadirkan apa yang menjadi kebutuhan dari para pengunjung. Menurutnya, Teras Empang ini tadinya adalah empang yang biasa dilihat pada umumnya, dan bisa berubah karena ide dan masukan dari pengunjung selalu ditampung dan dieksekusinya menjadi perubahan.
“Teras Empang ini juga merupakan usaha keluarga. Jadi sebenarnya, yang harus dilakukan adalah menyatukan beberapa perbedaan pendapat yang ada. Untuk itu, pentingnya satu pemimpin dalam keluarga untuk menyatukan beberapa ide dan pemikiran yang ada,” jelasnya.
Sejarah Teras Empang Pria berambut gondrong ini mengaku, empang ini merupakan warisan keluarga milik kakeknya. Melihat empang yang terbengkalai, ia bersama keluarga mencetuskan sebuah ide yang seiring perkembangannya menjadi tempat kongko Teras Empang seperti saat ini.
Modal awalnya pun didapatkan dari hasil patungan keluarga besarnya. Namun yang paling berpengaruh, lanjut dia, adalah warisan empang itu sendiri yang memiliki nilai tambah signifikan.
“Modal awal pun saat menjadi pemancingan pada 2013 itu sekitar Rp4 jutaan. Saat terbengkalai, empang ini pematangnya sudah hancur karena memang tidak diurus. Jadi ide awalnya adalah membenahi empang yang ada ini,” tuturnya.
Sejak mulai banyak permintaan untuk menghadirkan menu makanan dan minuman, Ikrar mengaku saat itu pula tujuan kehadiran pengunjung mulai berubah. Di mana tempat pemancingan tersebut, mulai beralih dan lebih banyak pengunjung yang datang untuk nongkrong daripada memancing.
Baca juga: Gunakan Pupuk Bio Organik, Muslim Asal Cirebon Ini Sukses Panen Kol Bobot 2,5 KgHingga berjalannya waktu terlahirlah Cafe and Resto Teras Empang. Masuk di tahun ke-3, lanjut Ikrar, Teras Empang sudah mampu mendapatkan omzet yang menurutnya cukup besar.
“Saya tidak sebutkan berapa omzetnya, tapi intinya dari omzet itu Teras Empang ini bisa membangun dirinya sendiri. Bahkan, di masa pandemi Covid-19 ini pun kami tidak merumahkan karyawan di sini yang berjumlah sekitar 60 orang,” ujarnya.
Pelaut yang Buang JangkarSebelum berfokus mengurus Teras Empang ini, Ikrar merupakan seorang pelaut. Profesi itu dilakoninya selama kurang lebih 15 tahun.
Ketika Teras Empang mulai berjalan selama empat tahun, ia memutuskan untuk mulai serius dalam urusan bisnis keluarganya. Bukan perkara mudah, pasalnya dari melaut ia bisa mendapatkan lembaran rupiah yang tidak pernah dibayangkan orang lain sebelumnya.
“Saya akhirnya putuskan untuk buang jangkar di Parepare dan fokus di bisnis Teras Empang ini. Bisnis ini harus diseriusi, dan saya berpikir untuk mulai turut serta berkontribusi di dalamnya,” jelasnya.
Teras Empang saat ini pun terbilang berhasil menjadi salah satu tujuan wisata untuk bersantai bagi pengunjung. Bahkan, diakuinya banyak wisatawan yang datang dari luar Parepare hanya untuk berkunjung menikmati santapan di Teras Empang.
Menurutnya, hal itu telah menjadi kepuasan tersendiri dan capaian yang luar biasa. Apalagi, lanjut Ikrar, mengingat tadinya Teras Empang ini merupakan empang kumuh terbengkalai yang tidak dikelola.
(zul)