LANGIT7.ID-, Jakarta- - Industri asuransi syariah Indonesia menghadapi dilema besar. Di satu sisi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pertumbuhan sektor ini melalui peningkatan profesionalisme. Namun di sisi lain, upaya tersebut terbentur kendala finansial yang signifikan.
Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Perasuransian Syariah, Erwin Noekman, mengungkapkan bahwa rencana sertifikasi wajib bagi seluruh agen asuransi berpotensi menciptakan beban ekonomi yang berat bagi industri.
"Jika kita melihat angkanya, terdapat sekitar satu juta agen yang harus disertifikasi," jelas Erwin. Ia merinci, dari jumlah tersebut, sekitar 500.000 agen berasal dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), 60.000 dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan 150.000 lainnya merupakan gabungan agen asuransi umum dan jiwa di sektor syariah.
Erwin menekankan bahwa proses sertifikasi "tidak mudah dan murah". Dengan asumsi biaya sertifikasi sebesar Rp1 juta per orang, total dana yang harus dikeluarkan industri mencapai Rp1 triliun. "Biaya terlalu tinggi," tegasnya.
Meskipun sertifikasi bertujuan meningkatkan daya saing industri perasuransian, sebagaimana yang diharapkan oleh regulator, implementasinya menimbulkan kekhawatiran. LSP Perasuransian telah berkomunikasi dengan dua asosiasi asuransi terkait kewajiban sertifikasi ini, dan menemukan sejumlah kendala yang perlu diatasi.
Situasi ini menciptakan paradoks dalam upaya pengembangan industri asuransi syariah di Indonesia. Sementara OJK terus mendorong optimalisasi pertumbuhan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa peningkatan standar profesi melalui sertifikasi massal bisa jadi kontraproduktif jika tidak dikelola dengan hati-hati.
Tantangan finansial ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pemangku kepentingan di industri asuransi syariah. Diperlukan solusi kreatif untuk menyeimbangkan kebutuhan peningkatan kualitas SDM dengan kemampuan finansial perusahaan dan agen asuransi. Tanpa pendekatan yang tepat, alih-alih mendorong pertumbuhan, kebijakan sertifikasi justru bisa menjadi penghambat perkembangan industri asuransi syariah di Tanah Air.
(lam)