LANGIT7.ID-, Jakarta- - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah signifikan pada perdagangan Rabu (2/10/2024) sore. Mata uang Garuda ditutup melemah 62 poin atau sekitar 0,41% ke level Rp15.268 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di Rp15.206 per dolar AS.
Pelemahan rupiah hari ini bahkan sempat menyentuh 65 poin sebelum akhirnya sedikit menguat menjelang penutupan perdagangan. Pergerakan ini menunjukkan adanya tekanan yang cukup besar terhadap mata uang domestik di sepanjang hari.
Pelemahan rupiah sejalan dengan penguatan indeks dolar AS yang terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar global terhadap perkembangan situasi di Timur Tengah. Sentimen risk-off ini mendorong investor untuk mencari aset safe haven seperti dolar AS, sehingga memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang termasuk rupiah.
Faktor eksternal yang paling mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini adalah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Kekhawatiran konflik dapat berubah menjadi perang yang lebih luas setelah Iran menembakkan lebih dari 180 rudal balistik ke Israel pada hari Selasa. Tindakan ini merupakan balasan atas kampanye Israel terhadap sekutu Hizbullah Teheran di Lebanon.
Situasi ini semakin memanas setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji Iran akan membayar serangan rudalnya, sementara Teheran mengancam akan merespons pembalasan dengan "kehancuran besar". Presiden AS Joe Biden telah menyatakan dukungan penuh AS untuk Israel, dan Dewan Keamanan PBB dijadwalkan mengadakan pertemuan mengenai situasi di Timur Tengah pada hari Rabu.
Selain itu, pasar juga memfokuskan perhatian pada data penggajian swasta AS yang akan dirilis hari Rabu. Para pedagang juga waspada terhadap perselisihan perburuhan di pelabuhan AS, dimana pekerja dermaga di Pantai Timur dan Gulf Coast memulai aksi mogok berskala besar pertama mereka dalam hampir 50 tahun pada hari Selasa. Aksi ini menghentikan arus sekitar setengah dari pengiriman laut negara tersebut.
Sementara itu, debat calon wakil presiden AS yang disiarkan secara nasional pada hari Selasa antara Senator JD Vance dan Gubernur Minnesota Tim Walz tidak mendapat respons yang terlalu antusias dari pasar.
Dari sisi internal, S&P Global melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia masih terkontraksi di bawah 50, berada di level 49,2 pada September 2024. Meskipun demikian, indeks ini mengalami sedikit peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di level 48,9.
"Kondisi manufaktur yang lesu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain seperti China dan Australia yang juga masuk zona kontraksi. Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara dan Eropa juga mengalami keadaan serupa," ujar Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan resmi, Rabu (2/10/2024).
Meski masih berada di zona kontraksi, PMI manufaktur Indonesia menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Hal ini mengindikasikan tumbuhnya optimisme di kalangan pelaku usaha dalam negeri dibandingkan beberapa bulan sebelumnya, menunjukkan adanya potensi pemulihan di sektor manufaktur.
Lesunya sektor manufaktur RI pada September disebabkan oleh kondisi makro ekonomi global yang sedang lesu. Perusahaan merespons dengan mengurangi aktivitas pembelian dan lebih memilih menggunakan inventaris yang ada untuk menjaga biaya serta efisiensi operasional.
Laporan S&P Global juga mencatat bahwa sektor manufaktur Indonesia masih mengalami penurunan pada September, yang tercermin dari penurunan lebih lanjut pada output dan permintaan baru. Sementara inventaris gudang sedikit meningkat, perusahaan mengurangi aktivitas pembelian sebagai respons terhadap penurunan permintaan pasar.
Sebagai informasi, untuk perdagangan esok hari, pergerakan rupiah diproyeksikan akan kembali fluktuatif. "Perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.250 - Rp15.320," tutup Ibrahim.
(lam)