LANGIT7.ID-, Jakarta- - Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah membuktikan diri sebagai entitas yang unik dalam kancah politik nasional. Selama lebih dari seabad, organisasi ini berhasil mempertahankan posisinya sebagai pengamat kritis kebijakan pemerintah tanpa pernah terjebak dalam peran oposisi yang konfrontatif.
Kunci keberhasilan Muhammadiyah terletak pada pendekatan mereka yang disebut "KKE" - Kritis, Konstruktif, dan Etis. Strategi ini memungkinkan organisasi untuk menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan penguasa.
"Kami bukan benalu kekuasaan, bukan pula oposisi, tapi juga tidak anti pemerintah. Itulah posisi Muhammadiyah," jelas Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah, menggambarkan sikap organisasi.
Pendekatan ini telah terbukti efektif dalam berbagai era pemerintahan di Indonesia. Dari masa kolonial hingga era reformasi, Muhammadiyah konsisten menjalankan perannya sebagai "mitra kritis" pemerintah. Mereka aktif memberikan masukan dan kritik, namun selalu dalam bingkai konstruktif dan etis.
Busyro Muqoddas, salah satu tokoh Muhammadiyah, menegaskan bahwa organisasi ini tidak memiliki tradisi oposisi. Setiap kritik yang disampaikan selalu didasarkan pada kajian ilmiah, disertai solusi alternatif, dan disampaikan melalui saluran yang tepat.
Strategi ini memungkinkan Muhammadiyah untuk tetap relevan dan berpengaruh dalam dinamika sosial-politik Indonesia. Meskipun terkadang berseberangan pendapat dengan pemerintah, organisasi ini tetap dihormati dan tidak pernah dianggap sebagai ancaman oleh penguasa.
Pendekatan unik Muhammadiyah ini berakar pada ideologi organisasi yang menekankan keseimbangan antara amar makruf nahi munkar (menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran) dengan tajdid (pembaruan). Hal ini tercermin dalam berbagai dokumen resmi organisasi, termasuk Anggaran Dasar dan berbagai pernyataan pikiran Muhammadiyah.
Meskipun beberapa tokoh Muhammadiyah pernah terlibat ketegangan dengan pemerintah, organisasi secara keseluruhan selalu berhasil menjaga hubungan baik. Contohnya, ketika tokoh seperti AM Fatwa dan Buya Hamka mengalami konflik dengan pemerintah, Muhammadiyah sebagai organisasi tetap mampu meredam gejolak dan mempertahankan posisi netralnya.
Keberhasilan Muhammadiyah dalam menjalankan peran kritisnya tanpa menjadi oposisi memberikan pelajaran berharga bagi organisasi masyarakat lainnya. Ini menunjukkan bahwa kritik konstruktif dan dialog yang etis bisa menjadi cara efektif untuk memengaruhi kebijakan pemerintah tanpa harus terjebak dalam konfrontasi yang kontraproduktif. (Muhammadiyah)
(lam)