LANGIT7.ID --Keputusan
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tentang
Idulfitri 1446 H tidak mengacu pada
Kalender Hijriah Global Tunggal atau KHGT. Idulfitri, menurut KHGT, jatuh pada 30 Maret 2025 yang berarti umur puasa hanya 29 hari. Sedangkan menurut Keputusan PP Muhammadiyah lebaran jatuh pada tanggal 31 Maret 2025. Maknanya umur puasa 30 hari.
Keputusan PP Muhammadiyah terbaru ini pun berbeda dengan kalender resmi Muhammadiyah yang diterbitkan Suara Muhammadiyah. Idulfitri dalam Kalender Muhammadiyah jatuh pada 30 Maret 2025.
Sekadar mengingatkan, pada Ahad 7 Juli 2024 M bertepatan dengan 1 Muharram 1446 H, Muhammadiyah meluncurkan
KHGT. Disebut-sebut hal itu menandai periode penggunaan formal KHGT bagi organisasi massa Islam ini.
Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr Endang Mintarja, mengatakan perubahan ini juga menandai rekonstruksi Wujudul Hilal yang telah digunakan sebelumnya, beralih ke sistem KHGT yang mengadopsi hasil putusan Kongres Turki 2016.
Dengan peluncuran KHGT, Muhammadiyah berharap dapat memberikan solusi atas ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam saat ini, serta membayar “utang peradaban” Islam dalam bidang sistem kalender.
Wujudul HilalRupanya Muhammadiyah belum sepenuhnya berpatokan dengan KHGT. Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah telah menerbitkan Maklumat Nomor 1/MLM/I.0/E/2025 tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah 1446 Hijriyah pada hari ini, 12 Februari 2025.
Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, dalam konferensi pers pada Rabu (12/2) pagi menjelaskan penetapan terbaru itu mengacu hasil hisab hakiki wujudul hilal yang menjadi pedoman
Majelis Tarjih dan Tajdid.
Berdasarkan hasil hisab yang ditetapkan di Yogyakarta pada 15 Januari 2025, ijtimak menjelang Ramadan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025 (29 Syakban 1446 H) pukul 07.46.49 WIB.
Pada saat matahari terbenam hari itu, bulan berada di atas ufuk di seluruh wilayah Indinesia dengan ketinggian 4 derajat, 11 menit, 8 detik, (hilal sudah wujud). Karena itu di seluruh wilayah Indonesia 1 Ramadan 1446 H bertepatan dengan Sabtu Pahing, 1 Maret 2025.
Sementara ijtimak menjelang Syawal terjadi pada Sabtu, 29 Maret 2025 (29 Ramadan 1446 H) terjadi pada pukul 17.59.51 WIB. Pada saat matahari terbenam, di seluruh wilayah Indonesia bulan berada di bawah ufuk yaitu minus 1 derajat 59 menit 4 detik (hilal belum wujud).
Dengan demikian, umur Ramadan disempurnakan menjadi 30 hari sehingga di seluruh wilayah Indonesia 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin Pahing, 31 Maret 2025.
Selain Ramadan dan Syawal, PP Muhammadiyah juga menetapkan Idul Adha 1446 H jatuh pada Jumat Wage, 6 Juni 2025. Berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal, ijtimak menjelang Zulhijjah terjadi pada 29 Zulkaidah 1446 H bertepatan dengan 27 Mei 2025 pukul 10:04:18 WIB.
Pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk di seluruh wilayah Indonesia dengan ketinggian 1 derajat 27 menit 7 detik (hilal sudah wujud). Dengan demikian, 1 Zulhijjah jatuh pada 28 Mei 2025. Hari Arafah (9 Zulhijah 1446 H) bertepatan dengan Kamis Pon, 5 Juni 2025 dan Idul Adha (10 Zulhijah 1446 H) jatuh pada hari Jumat Wage, 6 Juni 2025.
Munas TarjihMuhammadiyah belum menggunakan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) dalam penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri pada tahun ini. Hal ini sesuai dengan kesepakatan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih.
”Yang sudah disepakati oleh Munas Tarjih nanti (KHGT) diberlakukannya belum tahun ini,” ujar Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. H Syamsul Anwar, MA dalam Dialog Ideopolitor di UMY Student Dormitory, Senin (27/1/2025).
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua PWM DKI Jakarta Dr. Nusrhadi, MAg dikutip dari Jakartamu.com mengungkapkan sangat mungkin pemberlakuan KHGT kembali mundur dari waktu yang telah disepakati. Ini terjadi karena perbedaaan metode pendekatan antara wujudul hilal dengan KHGT.
Wujudul hilal relatif mengakomodasi metode burhani, bayani, dan irfani. ”Kalau KHGT kan sangat burhani,” kata Nurhadi.
Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan Dimulai 1 Maret, Lebaran 31 Maret 2025 Manhaj Tarjih MuhammadiyahManhaj Tarjih Muhammadiyah, yaitu bayani, burhani, dan irfani secara historis bersandar pada Muhammad Abid al-Jabiri dalam kitabnya Naqdul Aqal Al-Arabi, Bunya Al-Aqal Al-Arabi, lalu Takwinul Aql Al Arobiy. Al-Jabiri mencoba merumuskan kerangka teoritik dari tiga masalah umat.
Pertama, kecenderungan sufistik yang mereduksi segala sesuatu menjadi “mistis”, yang lepas dari realitas. Kedua, tendensi filosofis yang mereduksi semuanya harus masuk akal. Ketiga, tendensi hukum yang mereduksi segalanya harus selaras dengan teks.
Al-Jabiri lalu menawarkan metode epistemologi bayani, irfani dan burhani untuk merekonstruksi cara berpikir orang Arab. Seyogianya ketiga pendekatan tersebut tidak dibiarkan berjalan paralel atau berjalan sendiri-sendiri. Ketiganya harus dijalin berkelindan dan mencari tali sintesa agar lebih fungsional sehingga hubungannya bersifat spiral sirkular.
Menurut Nurhadi, dalam kitab-kitabnya, Al-Jabiri sebenarnya justru menolak pendekatan bayani dan irfani. Dia ingin menawarkan rasionalisasi persoalan-persoalan agama. ”Itu yang sebetulnya, bahkan ada yang mengatakan itu proyek Al Jabiri yang diduga pengaruh dari masa penjajahan Prancis di Maroko,” ujar Nurhadi.
”Al-Jabiri ini kan ulama kontemporer, lahir 1935, wafat baru kemarin, 2010. Jadi dia tahu tentang persoalan-persoalan itu, makanya ada kegusaran. Bahkan dia mengatakan Al-Ghazali dan Shafi’i adalah orang yang bertanggung jawab terhadap stagnasi pemikiran dalam khasanah keilmuan Islam,” katanya.
Berangkat dari hal ini, Nurhadi mengingatkan bahwa keputusan untuk menunda penggunaan KHGT tahun ini tidak menjamin bahwa tidak ada penundaan lagi setelahnya. ”Masalah hari raya ini kan persoalan yang sensitif bagi umat. Mungkin KHGT baru dua tahun lagi dipakai,” terang anggota Badan Pembina Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) ini.
Baca juga: Umat Muslim Wajib Tahu, Ini Persiapan Diri Menyambut Bulan RamadhanMuhammadiyah, lanjut Nurhadi, mencoba mencari titik konvergensi dengan menjadikan bayani, burhani, dan irfani menjadi satu kesatuan pendekatan yang sifatnya spiral. ”Saya melihat bahwa itu dimunculkan oleh Muhammadiyah untuk menjembatani. Dan, itu bagus,” tutur dia.
Namun dia mengingatkan perlunya asistansi dari pimpinan Muhammadiyah di tingkat pusat, agar pemahaman yang sama sampai ke bawah. Dia mengatakan rata-rata umat Islam, termasuk sebagian warga Muhammadiyah, memahami agama sebagai sebuah informasi yang mutlak.
”Tapi kan jarang ada kajian-kajian khusus tentang hal-hal seperti ini agar bisa melihat fenomena-fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Jadi memang harus ada formulasi yang tepat guna meningkatkan keingintahuan orang terhadap persoalan-persoalan fikir syariat yang menjadi keputusan dari Majelis Tarjih,” katanya.
(mif)