Muhammadiyah bersama 16 negara anggota OKI meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) mulai Ahad 7 Juli 2024 M bertepatan dengan 1 Muharram 1446 H.
NU tidak menerapkan KHGT karena kesatuan hukum dan rukyatul hilal membatasi hal tersebut. Karenanya, NU konsisten menggunakan rukyatul hilal sebagai penentuan kalender Hijriah.
Mayoritas ulama dalam kitab Minhajul Muslimin berpendapat bahwa memberikan penanda berupa batu nisan diperbolehkan selama tidak disertai dengan tulisan berlebihan atau pujian-pujian.
Dalam pandangan Muhammadiyah, ziarah kubur sebelum Ramadan, perlu dikategorikan dengan jelas. Secara umum, ziarah kubur dianjurkan karena dapat mengingatkan manusia akan kematian.
Setiap tahun, umat Islam memperingati malam Nisfu Syaban dengan berbagai ibadah. Malam ini diyakini sebagai salah satu waktu yang penuh keberkahan. Namun ulama berbeda pendapat tentang masalah ini.
Muhammadiyah telah menetapkan Idulfitri 1446 Hijriyah jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025 berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal. Bukan mengacu pada KHGT.
Keputusan Muhammadiyah tentang Idulfitri tidak mengacu kalender Hijriah Global Tunggal atau KHGT. Idulfitri menurut KHGT adalah pada 30 Maret 2025 yang berarti umur puasa hanya 29 hari.
Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1446 H pada Sabtu 1 Maret, Idulfitri 1 Syawal pada Senin 31 Maret 2025, dan Puasa Arafah 9 Zulhijah pada 5 Juni, serta Iduladha 10 Zulhijah 1445 H pada 6 Juni 2025.
Para ulama, baik ulama salaf (mazhab empat) maupun ulama kontemporer, semua sepakat akan keharaman riba. Bahkan ulama yang membolehkan bunga bank, juga mengharamkan riba.
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama cenderung berpendapat sama tentang hukum nyanyian dan musik, yaitu membolehkan. Sedangkan kelompok Salafi tegas mengharamkan.
Para ulama memang berbeda pendapat tentang masalah ini Kalangan Syafiiyah dan Hanbaliyah tampak menutup pintu poligami karena rawan dengan ketidakadilan sehingga keduanya tidak menganjurkan praktik poligami.
Muhammadiyah mengadopsi pendekatan bayani, burhani, dan irfani untuk menjawab tantangan spiritualitas modern. Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Sopa, menjelaskan ketiga pendekatan ini saling melengkapi dalam merespons isu kontemporer. Muhammadiyah berusaha menyeimbangkan teks, konteks, dan spiritualitas untuk tetap relevan tanpa kehilangan jati diri sebagai gerakan Islam yang berkomitmen pada nilai keagamaan dan kemanusiaan.