Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Senin, 28 April 2025
home masjid detail berita

Amalan Nisfu Sya'ban Menurut NU, Muhammadiyah, dan Salafi

miftah yusufpati Jum'at, 14 Februari 2025 - 16:16 WIB
Amalan Nisfu Sya'ban Menurut NU, Muhammadiyah, dan Salafi
Hadis-hadis lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadis-hadis shahih. Ilustrasi: Pinterest
LANGIT7.ID--Setiap tahun, umat Islam memperingati malam Nisfu Syaban dengan berbagai ibadah. Malam ini diyakini sebagai salah satu waktu yang penuh keberkahan. Namun, pemahaman mengenai keutamaan dan amalan yang dianjurkan pada malam tersebut sering kali menjadi perdebatan di kalangan ulama. Lalu bagaimana pendapat Muhammadiyah, NU dan Salafi terkait amalan Nisfu Sya'ban?

Muhammadiyah: Tidak Ada Ibadah Khusus

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Homaidi Hamid dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (12/02) menjelaskan berbagai riwayat hadis yang beredar mengenai Nisfu Syaban perlu dikaji lebih dalam agar tidak terjebak dalam amalan yang tidak memiliki dasar yang kuat.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan terdapat dalam Sahih Al-Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tuhan kita, Tabaraka wa Ta’ala, turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.’”

Hadis ini menunjukkan bahwa waktu sepertiga malam terakhir adalah waktu yang mustajab untuk berdoa, memohon ampun, dan bermunajat kepada Allah. Berdasarkan hadis ini, kata Homaidi Hamid, turun-Nya Allah ke langit dunia pada setiap malam, termasuk di malam Nisfu Syaban, merupakan suatu kepastian.

Namun, Homaidi Hamid menjelaskan bahwa bagaimana hakikat turunnya Allah tidak dapat dipahami oleh akal manusia. Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah menerima hadis ini sebagaimana adanya, tanpa menanyakan bagaimana bentuk turunnya, karena sifat Allah tidak dapat disamakan dengan makhluk-Nya.


Baca juga: Malam Nisfu Syaban, Ayana Moon Yasinan di Masjid Istiqlal


Adapun hadis lain yang sering dikaitkan dengan keutamaan malam Nisfu Syaban adalah riwayat dalam Sunan Ibnu Majah, dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah melihat kepada seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Syaban, lalu Dia mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

Namun, Homaidi Hamid menjelaskan bahwa hadis ini dinyatakan dhaif karena adanya kelemahan dalam sanadnya. Beberapa perawi yang terdapat dalam jalur periwayatan hadis ini dikenal sebagai perawi yang lemah dan kurang terpercaya.

Lebih lanjut, Homaidi Hamid menuturkan bahwa terdapat pula hadis yang diriwayatkan dalam Kitab Syu’bul Iman karya Imam Al-Baihaqi, yang menyebutkan anjuran untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan salat dan berpuasa pada siangnya. Namun, hadis ini dikategorikan sebagai hadis maudhu’ (palsu) karena dalam sanadnya terdapat perawi yang diketahui sering membuat hadis-hadis palsu.

Oleh karena itu, tidak ada dalil yang kuat untuk menjadikan malam Nisfu Syaban sebagai malam yang memiliki ibadah khusus seperti salat Nisfu Syaban atau puasa khusus pada tanggal 15 Syaban.

Meski demikian, bukan berarti ibadah pada malam Nisfu Syaban tidak diperbolehkan. Seperti halnya malam-malam lainnya, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk memperbanyak doa, istigfar, dan ibadah sunnah lainnya, seperti tahajud. Namun, hal ini dilakukan bukan karena keyakinan bahwa malam tersebut memiliki keutamaan khusus, melainkan sebagai bagian dari kebiasaan dalam menghidupkan malam dengan ibadah.

Malam Nisfu Syaban adalah waktu yang baik untuk memperbanyak ibadah, namun tidak ada ritual khusus yang harus dilakukan. Yang lebih utama adalah memastikan setiap amalan yang dilakukan memiliki dasar yang sahih sehingga ibadah yang dijalankan benar-benar diterima oleh Allah SWT.

Baca juga: Tiga Permintaan yang Dianjurkan Setelah Baca Yasin Malam Nisfu Syaban

Sementara itu, terkait puasa di pertengahan bulan Syaban, menurut Anggota Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, ‪’Aabidah Ummu ‘Aziizah, berangkat dari hadis riwayat Ibnu Majah melalui Ali r.a:

إذا كانَتْ ليلةُ النِّصْفِ من شَعْبانَ قُومُوا لَيْلَها وصُومُوا نَهارَها

“Jika ada malam Nishfu Sya’ban maka dirikanlah (ibadahlah) di malamnya dan puasalah di siang harinya.”

Hadis ini menurut ijma’ ulama berderajat dhaif (lemah) karena salah satu rawinya yang terkenal sebagai pemalsu hadis, sehingga hadis-hadis yang diriwayatkannya akan terjatuh pada kategori hadis palsu. Karenanya, hadis ini tidak dapat dijadikan hujjah. Namun begitu, terdapat beberapa hadis tentang puasa di bulan Sya’ban riwayat Bukhari dan Muslim dari jalur Aisyah yang berbunyi:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَصُومُ حتَّى نَقُولَ: لا يُفْطِرُ، ويُفْطِرُ حتَّى نَقُولَ: لا يَصُومُ، فَما رَأَيْتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إلَّا رَمَضَانَ، وما رَأَيْتُهُ أكْثَرَ صِيَامًا منه في شَعْبَانَ

Dari Siti Aisyah ra berkata: “Rasulullah berpuasa hingga kami menyangka Ia berbuka, dan berbuka hingga kami menyangka Ia tidak berpuasa dan aku tidak pernah melihat Rasul menyempurnakan puasanya satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat Rasul memperbanyak puasanya daripada berpuasa di bulan Sya’ban”.

Ada pula hadis riwayat an-Nasai yang berbunyi:

لقد كانَت إحدانا تُفطِرُ في رَمضانَ ، فما تقدرُ على أن تقضيَ حتَّى يدخلَ شعبانُ ، وما كانَ رسولُ اللَّهِ يصومُ في شَهْرٍ ما يصومُ في شعبانَ ، كانَ يصومُهُ كُلَّهُ إلَّا قليلًا بل كانَ يصومُهُ كُلَّهُ

Salah satu dari kami biasa berbuka di bulan Ramadan, dan tidak mampu untuk mengqadha puasa tersebut hingga masuk bulan Sya’ban. Rasulullah tidak berpuasa di bulan mana pun seperti yang beliau berpuasa di bulan Sya’ban, beliau berpuasa sepanjang bulan itu kecuali sedikit.

Menurut ‘Aabidah, dua hadis di atas menggambarkan bahwa Rasulullah melakukan puasa di bulan Sya’ban dengan teknis: (1) terkadang sebulan penuh, (2) terkadang tidak penuh namun tetap terhitung banyak dibandingkan pada bulan-bulan lain. Sehingga apabila dua kesimpulan tersebut menggunakan paradigma jam’u wa at-taufiq, maka akan terangkum dua hal:

Pertama, jika seorang muslim hendak puasa Sya’ban maka dapat melakukannya dengan puasa satu bulan penuh; dan kedua, jika seorang muslim hendak melakukan dengan tidak sebulan penuh tetapi ingin memperbanyak puasa di bulan tersebut, maka dapat melakukan puasa-puasa sunnah yang telah ada seperti Senin-Kamis, Ayyamul Bidh dan atau bahkan puasa Daud. Dan bukan bermakna membuat puasa Sya’ban sendiri seperti sepekan penuh dan seterusnya.

Baca juga: Jadwal Puasa Nisfu Syaban dan Ayyamul Bidh 2025: Tanggal dan Keutamaannya
Selain itu, terdapat tinjauan lain terkait hadis riwayat an-Nasai di atas yang menggambarkan Rasulullah berpuasa penuh selama bulan Sya’ban. “Hal ini perlu adanya tinjauan lebih lanjut karena kebiasaan orang Arab yang sering mengatakan ‘semalaman penuh’, padahal realitasnya hanyalah sebagian malam saja, hal ini dikatakan untuk menggambarkan bahwa hal tersebut dikerjakan dengan jumlah yang banyak bukan menunjukkan pada bilangan yang bulat atau 1 malam secara mutlak,” terangnya.

Oleh karena itu, Muhammadiyah meyakini bahwa tidak ada ibadah khusus dalam Nishfu Sya’ban seperti puasa di tengah bulan saja, Yasinan dan lain sebagainya. Apa yang ada hanya anjuran Rasulullah kepada umat Islam untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban dengan teknis sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Nahdlatul Ulama: Untuk Fadhail A’mal

Malam Nisfu Sya'ban, salah satu malam yang penting bagi umat Islam. Hal ini karena pada malam tersebut dianjurkan untuk memperbanyak ibadah.

Ulama Nahdlatul Ulama, Ustadz Hengki Ferdiansyah, menjelaskan bahwa terdapat banyak ibadah yang bisa dilakukan pada bulan Sya'ban, termasuk malam Nisfu Sya'ban di dalamnya, yang merupakan salah satu cara Nabi Muhammad memuliakan bulan kedelapan hijriah ini.

"Di antara bulan yang dimuliakan Rasul itu adalah Sya’ban. Beliau memuliakannya dengan memperbanyak ibadah, seperti puasa dan ibadah lainnya," tulis Ustadz Hengki sebagaimana dikutip NU Online dalam artikelnya berjudul Hukum Merayakan Malam Nisfu Sya'ban, pada Selasa (11/2/2025).

Umat Islam terbiasa memperingati malam pertengahan bulan Sya'ban ini dengan berkumpul sembari beribadah dan melakukan hal positif lainnya.

Setidaknya, Ustadz Hengki menjelaskan bahwa malam Nisfu Sya'ban bisa diisi dengan salat Isya berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan salat Subuh yang juga dengan berjamaah.

Baca juga: Amalan Sunnah di Malam Nisfu Syaban: Perbanyak Doa dan Istighfar

Penjelasan itu ia kutip dari kitab Qalyubi wa Umairah sebagai berikut: “Disunahkan menghidupkan malam hari raya, Idul Fitri dan Idul Adha, dengan berzikir dan salat, khususnya salat tasbih. Sekurang-kurangnya adalah mengerjakan salat Isya berjamaah dan membulatkan tekad untuk salat Shubuh berjamaah. Amalan ini juga baik dilakukan di malam Nisfu Sya’ban, awal malam bulan Rajab, dan malam Jumat karena pada malam-malam tersebut doa dikabulkan,” tulis Ustadz Hengki.

Lebih lanjut, Ustadz Hengki mengungkapkan bahwa pandangan di atas mengenai keutamaan malam Nisfu Sya'ban diperkuat dengan sejumlah hadis di antaranya yang diriwayatkan Ibnu Hibban berikut: “Allah memperhatikan makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban dan mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang kafir dan orang yang bermusuhan.”

Ustadz Hengki menerangkan bahwa hadis riwayat Ibnu Hibban ini juga banyak disampaikan oleh perawi hadis lainnya, meskipun dengan redaksi dan silsilah sanad yang berbeda.

Sejumlah ulama menyebut sebagian hadis tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban dlaif. Namun, Ustaz Hengki menekankan bahwa kedlaifan hadits itu tidak berarti berujung pada larangan untuk merayakan malam Nisfu Sya’ban dengan beribadah. Sebab, mayoritas ulama membolehkan pengamalan hadis dhaif untuk fadhail a’mal.

Salafi: Hadis Dhaif

Mengacu kaum Salafi ini mengacu pada pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam kitab yang diterjemahkan Farid Ahmad Oqbah berjudul "Waspada Terhadap Bid’ah"

Menurtunya, di antara bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid’ah mengadakan upacara peringatan malam Nisfu Sya’ban dan mengkhususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu.

Padahal tidak ada satupun dalil yang dapat dijadikan sandaran, ada hadis-hadis tentang fadhilah malam tersebut tetapi hadis-hadis tersebut dhaif sehingga tidak dapat dijadikan landasan. Adapun hadis-hadis yang berkenaan dengan keutamaan salat pada hari itu adalah maudhu’.

Dalam hal ini, banyak di antara para ‘ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadis-hadis yang berkenaan dengan pengkhususan puasa dan fadhilah salat pada hari Nisfu Sya’ban, selanjutnya akan kami sebutkan sebagian dari ucapan mereka.

Pendapat para ahli Syam di antaranya Hafizh Ibnu Rajab dalam bukunya “Lathaiful Ma’arif” mengatakan bahwa perayaan malam Nisfu Sya’ban adalah bid’ah dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaannya lemah.

Hadis-hadis lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadis-hadis shahih, sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya’ban tidak ada dasar hadis yang shahih sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadis-hadis dhaif.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Senin 28 April 2025
Imsak
04:26
Shubuh
04:36
Dhuhur
11:54
Ashar
15:14
Maghrib
17:50
Isya
19:01
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan