LANGIT7.ID-Masjid berpagar merah dengan arsitektur klasik perpaduan Jawa, Bugis, Bali itu tampak masih kokoh berdiri.
Padahal, kalau disimak dari tahun pendiriannya, terjadi jauh sebelum peradaban Islam di Indonesia terbentuk. Masjid tersebut didirikan pada 1639 Masehi. Jika dihitung sampai sekarang, artinya masjid tersebut sudah berumur 386 tahun.
Pendirinya adalah Kumpi Kiai Yahya. Masjid dengan nama asli Masjid Jamik Safinatus Salam ini beralamat di Desa Pegayaman, Sukasada, Buleleng, Bali. Masjid ini dinobatkan sebagai juara 1 Masjid Bersejarah Percontohan.
Masjid Safinatus Salam Bali adalah pemenang 1 Anugerah Masjid Percontohan dan Ramah (AMPeRa) 2024 kategori "Masjid Bersejarah"
Tak salah kalau masjid tersebut dinobatkan sebagai masjid bersejarah percontohan di Tanah Air. Tampak dari sejarah yang melatarbelakanginya.
Saksi sejarah masuknya Islam di Pulau Dewata Berdirinya Masjid Safinatus Salam tak lepas dari sejarah masuknya agama Islam di Bali. Menurut masyarakat Pegayaman Buleleng, Masjid Safinatus Salam didirikan oleh para pendatang muslim dari Jawa dan Bugis. Mereka datang ke Bali ketika Buleleng dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik.
Kedatangan orang-orang tersebut ke Bali menurut kisah, sebagaimana tertulis dalam daun lontar yang ada di Gedong Kirtya, karena terdampar sehabis Perang Makasar.
Karena tidak mungkin kembali atau dikembalikan, akhirnya I Gusti Ketut Jelantik menempatkan orang-orang tersebut di Desa Pegayaman dengan alasan sama-sama muslim.
Di Desa Pegayaman inilah orang-orang Jawa dan Bugis mengembangkan ajaran Islam dan berhasil mendirikan Masjid Safinatus Salam yang diprakarsai Kumpi Haji Yahya.
Safinatus Salam merupakan masjid tertua dan terbesar di Buleleng, Bali. Masjid Safinatus Salam oleh masyarakat Pegayaman dan sekitarnya dijadikan pusat pengembangan Islam di daerah Bali.
Masjid ini berperan dalam berdirinya 19 santreng atau musala di sekitar Desa Pegayaman. Ada Desa Pegadugan, Pancasari, Silangjana, Git-git, dan Wamasari.
Simbol toleransi beragama Masjid ini juga menjadi simbol toleransi beragama. Di mana umat Hindu dan Islam bisa hidup berdampingan dengan damai di desa tersebut.
Warga di sana masih terlihat bergotong royong membangun rumah dan fasilitas umum bersama tanpa memandang latar belakang agamanya.(*)
(hbd)