LANGIT7.ID-Jakarta; Ketika tekanan ekonomi global memuncak akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat, Indonesia tidak hanya mengambil sikap reaktif, melainkan bergerak sebagai penggerak kawasan Asia Tenggara. Sebagai salah satu ekonomi terbesar di ASEAN, Indonesia membuktikan kapasitasnya untuk mengambil alih peran sentral dalam diplomasi dagang kawasan, sekaligus menjadi negara pertama yang berhasil menembus jalur negosiasi resmi dengan Washington.
Langkah Indonesia tidak sekadar simbolik. Pemerintah langsung berkirim surat ke USTR, US Commerce, hingga US Treasury, dan inisiatif ini berbuah hasil konkret. “Indonesia merespons cepat. Kita berkirim surat kepada Pemerintah Amerika, baik itu ke USTR, ke US Commerce, bahkan terakhir kepada US Treasury. Dan reach out Indonesia ternyata direspon positif oleh Amerika. Sehingga Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diundang untuk dijadwalkan perbicaraan dengan Amerika,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam dalam keterangannya, Kamis (1/5/2025).
Keberhasilan ini tidak datang tiba-tiba. Sejak awal pengumuman kebijakan tarif dari AS, Indonesia telah menjalin komunikasi intensif dengan negara-negara mitra seperti Malaysia, Singapura, Uni Eropa, Inggris, dan China. Tujuannya tidak lain membangun solidaritas kolektif, terutama di tubuh ASEAN, agar kawasan mampu merespons ancaman global secara terpadu.
Selain itu, pemerintah juga membentuk dua satuan tugas strategis untuk menghadapi tantangan lintas sektor. Satgas Negosiasi akan dikoordinasikan langsung oleh Menko Airlangga dan melibatkan lintas kementerian, sementara Satgas Deregulasi fokus menyederhanakan aturan agar Indonesia makin kompetitif di tengah perubahan lanskap perdagangan dunia. “Arahan Bapak Presiden ini adalah kerja kita bersama, Indonesia incorporated. Jadi Indonesia incorporated ini yang kita berharap bahwa ke depan perekonomian bisa kita dorong. Walaupun semua negara terkena wabah tarif ini, diharapkan ASEAN punya antidote, sama seperti waktu menghadapi Covid-19 ada vaksinnya. Mudah-mudahan dengan antidote ini kita bisa masing-masing punya resiliensi terhadap ketidakpastian global,” ucapnya.
Sebagai pelopor, Indonesia menyodorkan comprehensive and fair proposal yang tidak hanya memuat langkah defensif tetapi juga tawaran strategis. Pemerintah mengusulkan pembaruan kerja sama dagang melalui Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) Indonesia–AS dan ASEAN–AS sebagai landasan baru yang lebih setara. “Tidak hanya kita merespon kepada Amerika tetapi kita juga punya request kepada Amerika. Sehingga sifatnya tidak satu arah, tetapi dua arah, untuk kebaikan perekonomian bilateral. Indonesia mengusulkan langsung di situ sebuah format perjanjian,” kata Airlangga.
Kehadiran Indonesia sebagai early mover dalam negosiasi tarif global menjadi keunggulan tersendiri. Dari 72 negara yang akan berunding dalam waktu singkat 90 hari, Indonesia tampil dengan posisi kuat berkat diplomasi aktif dan kesiapan teknis. “Mereka sebutnya sebagai early mover. Nah tentu Indonesia sebagai early mover dan menyampaikan usulan yang relatif, comprehensive, diapresiasi oleh mereka. Indonesia membayangkan ada 72 negara yang akan negosiasi, dan 72 negara itu akan diselesaikan dalam 90 hari. Maka untuk bisa bersaing dengan negara lain, tentu kita harus ada specialty, sesuatu hal yang menarik bagi Amerika,” jelas Airlangga.
Namun strategi Indonesia tidak berhenti di Amerika. Pemerintah kini memprioritaskan penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (IEU–CEPA), yang disebut telah mendekati tahap akhir. Sektor seperti tekstil, alas kaki, dan makanan disebut-sebut akan mendapat keuntungan besar jika kesepakatan ini rampung.
Dengan posisi sebagai pionir diplomasi kawasan, Indonesia kini tidak hanya mempertahankan stabilitas ekspor nasional, tetapi juga meletakkan fondasi baru dalam membangun peta perdagangan global pasca-era proteksionisme.
(lam)